Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Gereja


GEREJA DALAM PERJANJIAN BARU


Pendahuluan

Kita perlu meneliti sejarah eklesiologi, karena dengan melalui penelitian kita akan menggali sumber-sumber untuk pemahaman kita sendiri tentang Gereja. Kita bukan orang yang pertama yang berpikir tentang Gereja dan bergumul mengenai eklesiologi, karena selama jemaat-jemaat bergumul mengenai keberadaan mereka di tengah-tengah berbagai tantangan. Kalau kita meneliti sejarah mengenai eklesiologi, kita bertolak dari dokumen-dokumen: tulisan-tulisan mengenai Gereja yang dikarang oleh teolog-teolog, maupun melalui pernyataan-pernyataan oleh pemimpin-pemimpin Gereja serta sidang Gereja.
Hal ini tidak dapat dihindari karena untuk mengenal sejarah kita tergantung dari apa yang telah ditinggalkan oleh masa lampau. Akan tetapi kita tidak boleh menyamakan masa lampau dengan dokumen-dokumen, karena apabila demikian akan mempersempit kehidupan manusia pada masa yang lampau pada tulisan-tulisan saja. Kita harus mengetahui bahwa dokumen-dokumen hanya merupakan petunjuk kehidupan manusia pada masa lampau saja. Oleh karena itu kita harus mencoba mencari kehidupan manusia dibelakang dokumen-dokumen tersebut. Dokumen-dokumen itu harus menjadi sebagai jemndela bagi kita yang akan mengetahui bagaimana orang-orang percaya pada masa lampau menghayati iman mereka.
Batang Tubuh
Sejarah Gereja didokumentasikan dalam Perjanjian Baru, sehingga dengan demikian Perjanjian baru menjadi sumber utama kita untuk mengenal zaman pertama Gereja. Hal pertama yang mencolok dalam Perjanjian Baru ialah bahwa banyak persoalan hangat yang selalu dibicarkan pada masa itu, seperti soal siapakah yang boleh dianggap sebagai anggota Gereja dan siapa yang tidak. Yang kedua yang mencolok bahwa ajaran dan tata gereja pada zaman Perjanjian Baru belum seragam. Keanekaragaman dapat terlihat dalam keempat Injil yang terdapat dalam Perjanjian Baru.
Kata Yunani dimana istilah ‘gereja’ didapat adalah ekklesia. Kata ini merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata depan ek, ‘keluar,’ dan kata kerja kaleo, ‘memanggil.’ Sebagian orang menyimpulkan hal ini memiliki arti pemisahan, tapi ini dipertanyakan. Dalam Yunani sekuler masa lalu istilah ini digunakan untuk perhimpunan yang berkumpul untuk suatu tujuan. Hal yang sama jarang ditemukan dalam PB, dimana dalam Kis 19:32 itu digunakan untuk kerusuhan masa yang berkumpul dibangkitkan oleh Demetrius, seorang tukang perak, dengan yang lainnya, telah mengancam pelayanan Paulus. Dalam PB kita melihat istilah ini menjadi orang berkumpul untuk tujuan pengajaran dan ibadah. Ini secara luas digunakan untuk gereja universal, bahwa tubuh semua orang percaya dalam Kristus dari Pentakosta sampai pengangkatan. Sebagai contoh, Tuhan kita berkata, “Aku akan mendirikan jemaat-Ku” (Mat. 16:18b).
Pada masa kelahiran gereja, tanah Palestina merupakan jajahan dari kekaisaran Romawi. Bagian Selatan Palestina (Yudea) dikepalai oleh seorang wali negeri Romawi, diantarang Pilatus, Festus, Felix dan Raja bagian Utara (Galilea) pada masa itu adalah Herodes Antipas. Hari kelahiran gereja ialah hari turunnya Roh Kudus pada masa pentakosta. Murid-murid dipenuhi dengan Roh Kristus sehingga mereka berani bersaksi tentang kelepasan yang dikaruniakan Tuhan kepada dunia. Ketika orang-orang menyambut Injil dengan percaya kepada Yesus Kristus, maka terbentuklah jemaat-jemaat kecil.[1] Pendapat ini bisa dibenarkan karena pada saat Yesus melakukan pelayanannya, Yesus sendiri tidak membawa sebuah agama baru, justru Yesus sendiri sangat kental dengan keyahudiaannya. Orang-orang menjadi Kristen ketika para rasul berani bersaksi tentang kebangkitan Yesus Kristus. Waktu antara hari Pentakosta dan kedatangan Yesus Kristus yang kedua kalinya ialah waktu bagi gereja yang ditentukan Tuhan untuk mengumpulkan umat-Nya dari antara bangsa-bangsa.
Jemaat Kristen pertama berdiri di Yerusalem, jemaat ini terdiri dari orang-orang Yahudi yang sejak semula mengikuti Yesus. Bersama para rasul orang-orang ini bertekun, sehati dalam doa, bersama-sama menantikan janji Bapa. Pada masa itu para rasul mempunyai peranan yang istimewa dalam kelompok jemaat yang pertama. Peranan mereka selanjutnya tidak tergantikan karena mereka kemudian menjadi dasar Gereja.[2] Pada permulaannya gereja tidak mempunyai organisasi, tidak ada sumber keuangan, tidak ada pengikut-pengikut yang berpengaruh ataupun berpendidikan tinggi, pendiri gereja tidak tidak dikenal di luar tanah airnya, ditolak oleh bangsanya sendiri.[3]  Keanekaragaman dalam bentuk organisasi jemaat-jemaat pertama juga nyata dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru. Misalnya di jemaat-jemaat yang dipengaruhi Yohanes belum ada tata Gereja, karena seorang penatua yang menentuka segala sesuatu (2 Yoh. 1; 3 Yoh. 1) dan di jemaat-jemaat Paulus dapat ditemukan berbagai-bagai petugas sesuai dengan kebutuhan jemaat.[4]
Pada permulaannya gereja tidak mempunyai organisasi, tidak ada sumber keuangan, tidak ada pengikut-pengikut yang berpengaruh ataupun berpendidikan tinggi, pendiri gereja tidak tidak dikenal di luar tanah airnya, ditolak oleh bangsanya sendiri. Pendapat ini menurut saya kurang tepat karena apabila melihat gereja yang didirikan oleh Paulus di Korintus. Disana ada seseorang yang bernama Akuila yang cukup mampu, sehingga Paulus tidak hanya bekerja di tempatnya, tetapi sekaligus juga mendapat banyak bantuan dari mereka, khususnya dalam perjalanannya antara Roma-Korintus. Tokoh lain yang banyak berperan dalam kekristenan adalah Gayus, tempat Gayus merupakan tempat berkumpulnya “seluruh jemaat” di Korintus. Biasanya rumah-rumah pada masa itu memililki dua ruangan, ruangan pertama disebut triklinium (ruang dalam) biasanya hanya ada tempat untuk 9 orang. Di halaman dalam (atrium) biasanya dapat ditempati 30-50 orang, tetapi mereka tidak dapat duduk. Apabila “seluruh jemaat” dapat berkumpul di rumah Gaysu, maka Gayus mesti mempunyai rumah yang besar sekali dan tentulah orang yang mempunyai rumah yang besar adalah orang yang benar-benar sungguh kaya.
Jabatan-jabatan di dalam gereja mula-mula dapat menujukkan bahwa terdapat dua golongan pelayan. Yang pertama adalah biasa disebut golongan kharismatik, yaitu para rasul, nabi, dan penginjil gereja mula-mula, pelayanan mereka biasanya berpindah-pindah sesuai dengan pimpinan Roh Kudus dan sesuai dengan kebutuhan jemaat. Golongan kedua ialah pejabat-pejabat setempat, yaitu para penilik jemaat, penatua dan diaken, pelayanan mereka bersifat local dan tetap. Pada abad-abad pertama Gereja mengalami perluasan yang besar dan mulai tersebar di seluruh kekaisaran Romawi, bahkan sampai di luar batas-batas kekaisaran itu. Pada periode ini penting bagi perkembangan eklesiologi, bahwa orang-orang Kristen tidak hanya merasa diri satu karena iman bersama dalam Yesus Kristus keselamatan Allah telah datang dalam dunia, tetapi juga karena Gereja. Gereja menjadi pengikat bagi semua orang Kristen.
Pada abad pertama orang-orang percaya bersekutu dan beribadah di rumah masing-masing dan tidak mempunyai gedung kebaktian yang khusus. Oleh karena Yesus Kristus bangkit pada hari pertama dari suatu minggu, maka jemaat Kristen khususnya juga berkumpul pada hari Minggu. Menurut kebiasaan pada zaman itu selalu diadakan perjamuan bersama dalam perkumpulan itu (Kis 2:46). Jemaat berdoa, menyanyi dan mendengarkan pembacaan dan penjelasan Firman Tuhan. Mula-mula belum ada tata cara kebaktian yang tetap sehingga timbul kekacauan seperti yang terdapat di jemaat Korintus (1 Kor. 14). Lambat laun kebaktian dilangsungkan dengan memakai tata cara yang lengkap. Bagian pertama terdiri atas doa, nyanyian, pembacaan Firman Tuhan dan khotbah, sesudah itu jemaat duduk makan bersama-sama.[5] Apabila melihat bentuk rumah pada masa itu tentulah para jemaat tidak dapat duduk dalam satu ruangan, sudah tentu luar biasa apabila “seluruh jemaat” dapat berkumpul dalam suatu rumah. Biasanya jemaat dibagi dalam beberapa ruangan dan sebagian biasanya juga tidak duduk.
Dengan pembagian ruang seperti ini ternyata terdapat perbedaab yang sangat mencolok antara mereka yang duduk di dalam (triklinium) dan mereka yang ada diluar (atrium). Bukan hanya perbedaan dalam hal tempat saja, tetapi juga dalam hal makanan, perbedaan tempat yang ada pada masa itu ternyata menimbulkan suatu diskriminasi dalam jemaat. Karena biasanya yang duduk di ruang dalam adalah teman dari yang punya rumah atau tamu terhormat. Biasanya di tempat itu juga disediakan makanan yang lebih baik. Di kalangan rakyat jelata yang berada di atrium biasanya mereka tidak makan daging, mereka hanya makan roti atau bubur, beberapa ikan dan sedikit anggur. Sebalikanya dalam triklinium disediakan makanan yang sungguh lezat dan biasanya orang-orang yang berada dalam triklinium mereka juga akan lebih dahulu makan lebih dahulu, bukan hanya makan lebih enak, tetapi juga lebih banyak. Ternyata dalam perjamuan yang biasanya dilakukan oleh jemaat-jemaat pada gereja mula-mula terdapat tindakan diskriminatif antara orang kaya maupun orang miskin. Hal inilah yang menyebabkan Paulus mengingatkan jemaat yang berada di Korintus.
Pada masa itu, mula-mula pimpinan gereja diamanatkan kepada rasul-rasul, pengajar-pengajar, dan nabi-nabi. Mereka ini bukan dipilih, melainkan dengan sendirinya mereka dihormati dan diakui kuasanya dalam jemaat karena karunianya yang luar biasa dan mereka tidak terikat pada satu jemaat saja. Wanita dalam gereja mula-mula ternyata memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan kekristenan. Misalnya gereja Filipi yang dimulai dengan suatu kelompok wanita yang kebetulan pada saat itu menjumpai Paulus di jalan. Selanjutnya mereka berkumpul di rumah Lydia salah satu dari mereka (Kis 16: 13-15).
Kita juga diberitahu mengenai pentingnya doktrin gereja saat melihat berbagai macam gambaran gereja dalam PB. Gambaran ini hampir selalu dalam bentuk analogi. Jika Minear benar, maka ada sekitar 100 analogi.[6] Kita tidak akan membahas seluruhnya, tapi beberapa gambaran secara khusus menyatakan pentingnya gereja.
1.      Tubuh Kristus. Mungkin gambaran paling populer mengenai gereja adalah tubuh Kristus, dimana Tuhan kita sebagai Kepala (Rm. 12:5; 1 Kor. 12:12; Ef. 1:22-23; Kol. 1:24). Dengan analogi ini Paulus menekankan baik kesatuan tubuh dan individuality setiap anggota. Bahwa Kristus sebagai Kepala tubuh menyatakan bahwa Tuhan kita yang mengarahkan dan membimbing tubuh dan kesatuan datang dari Kepala tubuh yang mengkoordinasi setiap bagian. Gereja sebagai tubuh Kristus mempunyai arti yang jauh lebih mendalam dari pada yang lain. Jikalau jemaat dipandang sebagai tubuh Kristus hal itu berarti bahwa jemaat diwakili di dalam Kristus atau di dalam eksistensi Kristus sebagai manusia. Jikalau jemaat disebut tubuh Kristus hal itu berarti, bahwa hidup jemaat mewujudkan penubuatan atau penjelmaan hidup Kristus. Analogi ini tidak boleh diartikan secara statis, melainkan harus diartikan secara dinamis. Jemaat bukan dengan sendirinya tubuh Kristus, bagaimanapun keadaannya, karena Kristus yang menjiwainya. Jemaat adalah tubuh Kristus, jikalau jemaat mencerminkan hidup Kristus di dalam hidupnya.
Demikian juga halnya dengan jemaat atau gereja sebagai tubuh Kristus. Jemaat tidak begitu saja menjadi tubuh Kristus, jemaat adalah tubuh Kristus dalam kata-kata dan perbuatan. Jemaat harus menampakkan Kristus di dalam hidupnya seperti halnya tubuh menampakaan hidup orang yang memiliki tubuhnya. Jemaat atau gereja sebagai tubuh Kristus tidak boleh diartikan bahwa jemaat atau gereja dilarutkan kedalam tubuh jasmaniah Kristus. Sekalipun ada hubungan natara jemaat dan Kristus yang sangat akrab sekali, akan tetapi keduanya saling berhadapan. Memang tiada pertentangan antara Kristus dan jemaat, akan tetapi keduanya itu harus dibedakan, harus ada jarak diantara mereka.[7]
2.      Bait Allah. Sekali lagi, gereja dinyatakan Alkitab sebagai Bait Allah. Setiap orang Kristen adalah batunya, yang tersusun jadi bait, masih dalam pembangunan, dan Tuhan Yesus Kristus adalah Batu Penjurunya (1 Kor. 3:16; Ef. 2:19; 1 Pet. 2:5). Bait adalah tempat dimana Tuhan berdiam, sehingga gereja merupakan tempat Tuhan berdiam. Tuhan tidak hanya berdiam dalam setiap orang Kristen, tapi dalam kekristenan secara keseluruhan. Sebagai Batu Penjuru, Tuhan kita adalah yang mengikat semua jadi satu, sehingga bait dimana kedua tembok dari Yahudi dan non-Yahudi, selamanya bersatu dalam Yesus Kristus (Eph. 2:14f). Bait tidak hanya tempat Tuhan berdiam, tapi juga tempat ibadah, dimana pujian dinaikan pada Tuhan.
3.      Pengantin Kristus. Gambaran lain akan gereja adalah pengantin Kristus (2 Kor. 11:2; Ef. 5:22; Wahyu. 19:7; 22:17). Disini kita menekankan kasih Kristus pada gerejaNya, dan pemeliharaan penuhNya bagi pengantinNya. Tambahan, kita melihat tanggung jawab pengantin untuk menjaga diri agar tetap murni dan tidak bercela bagi pengantin prianya, Tuhan Yesus Kristus.
4.      Kawanan Domba Allah. Gereja juga digambarkan sebagai kawanan domba Allah (Yoh. 10:22; Kis 20:28; 1 Pet. 5:2). Tuhan Yesus Kristus adalah Gembalanya. Disini kita diingatkan akan kasih dan pemeliharaanNya bagi gerejaNya, dalam memberi makan, memimpin, dan melindungi dari bahaya. Kita juga diingatkan terhadap ketergantungan kita akan Dia, dan ketidakberdayaan kita diluar pemeliharaanNya.
5.      Pokok Anggur dan Rantingnya. Analogi terakhir dari pesan ini adalah Anggur dan rantingnya (Yoh. 15:1). Disini Tuhan Yesus digambarkan sebagai sumber hidup dan kekuatan dan buah bagi orang Kristen. Orang Kristen harus berdiam dalam Kristus seperti pada pokok anggur agar berbuah. Semua analogi ini menunjukan hubungan yang intim antara Tuhan Yesus Kristus dan tubuhNya, gereja. Kita tidak hanya diperintahkan melalui analogi ini akan kebutuhan mutlak akan Dia, tapi perhatianNya yang besar dan pemeliharaannya bagi kita. Singkatnya, gereja sangat penting bagi kita karena penting bagi Tuhan. Ini lebih jelas lagi ssat kita melihat pernyataan tujuan Tuhan bagi gereja.
Mula-mula kekaisaran Romawi menganggap orang Kristen sebagai mazhab Yahudi, sehingga mereka pun diberi  kebebasan untuk melakukan agamanya. Akan tetapi kemudian kekaisaran Romawi mengetahui bahwa Kekristenan berbeda dengan agama Yahudi yang diizinkan karena kekristenan merupakan agama baru yang dapat membahayakan kekaisaran. Hal ini terjadi karena kebanyakan dari orang-orang Kristen adalah bangsa Yunani dan Romawi dan sesudah masuk agama Kristen mereka tidak turut lagi beribadah kepada dewa-dewa. Dalam pergaulan hidup biasa, kelakuan orang Kristen sangat berbeda dengan orang kafir karena mereka menjauhkan diri dari persundalan, menonton di arena (gelanggang tempat pertunjukan perkelahian antara binatang dengan manusia). Dengan berkembangnya Kekristenan maka persembahan korban di rumah berhala makin berkurang, dengan demikian orang Kristen mejadi dibenci karena berlainan dengan masyarakat pada umumnya.
Karena perbedaan cara hidup orang Kristen dengan masyarakat pada umumnya, mulailah penganiayaan dialami oleh orang-orang Kristen. Pembunuhan Stefanus adalah awal dari penganiayaan terhadap orang Kristen khusunya kelompok Yunani. Penghambatan yang lain dilakukan oleh Kaisar Nero pada tahun 64 szb, yang mempersalahkan  orang Kristen atas kebakaran besar yang memusnahkan sebagian dari kota Roma, padahal Kaisar Nero sendiri yang menyuruh orang-orangnya melakukan pembakaran itu. Orang Kristen dianiaya dengan sangat mengerikan, ada yang dibakar hidup-hidup dan dijadikan sebagai obor pada pesta. Hal ini membuat orang-orang Kristen melarikan diri dan tersebar ke daerah-daerah lain. Penganiayaan ternyata merupakan suatu berkat karena mereka yang tersebar itu menjelajah seluruh negeri itu sambil memberitakan Injil. Mereka tersebar sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia. Antiokhia kemudian menjadi tempat yang subur bagi perkembangan gereja.
Pada saat ini gereja telah mengalami perkembangan yang begitu pesat, gereja pada saat ini mulai dipercayai sebagai lembaga dimana orang-orang percaya memperoleh keselamatan yang diberikan Allah melalui sakramen Perjamuan Kudus. Gambaran-gambaran yang dipakai dalam Perjanjian Baru semakin mendapat banyak arti. Orang-orang Kristen melihat diri sebagai Israel yang baru. Gereja adalah bangsa Allah yang terpilih, yang kudus dimana Roh Kudus selalu hadir.
KEPUSTAKAAN
Aritonang Jan. S, Chr de Jonge Apa dan Bagaimana Gereja? Pengantar Sejarah Eklesiologi ( Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009)
Dietrich Kuhl, Gereja Mula-mula di dalam Lingkungan kenudayaan Yunani-Romawi (30-500) (Jawa Timur: Yayasan Persekutuan Pekabara Injil Indonesia, 1998)
End, Th. Van den Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1997)
I H. Enklaar, H Berkhof, Sejarah Gereja (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009)
Harun Hadiwijono Iman Kristen ( Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2010)
Tom Jacobs Gereja Menurut Perjanjian Baru (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1992)
NARASUMBER LAIN
bible.org/.../what-new-testament-church
bible-truth.org/church.htm
http://www.tftwindo.org/Tracts/T7.htm






[1] I. H. Enklaar, H Berkhof, Sejarah Gereja (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009), 7.
[2] Tom Jacobs Gereja Menurut Perjanjian Baru (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1992), 83.
[3] Dietrich Kuhl, Gereja Mula-mula di dalam Lingkungan kenudayaan Yunani-Romawi (30-500) (Jawa Timur: Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, 1998), 41.
[4] Chr. De Jonge, Jan S. Aritonang, Apa dan Bagaimana Gereja? Pengantar Sejarah Eklesiologi ( Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009), 7.
[5] I. H. Enklaar, H Berkhof, Sejarah Gereja (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009), 12.
[6] http://www.bible.org/language.php
[7] Harun Hadiwijono Iman Kristen (( Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2010), 374.


Pdt. Erik Sunando Sirait
Pdt. Erik Sunando Sirait Anak Pertama dari 7 bersaudara, ibu yang melahirkan boru Simalango (Parna), Istri Lilis Suganda Lumban Gaol dan sudah dikaruniakan 3 Putri yang cantik Sheena Syelomitha Sirait Serefina Faith Sirait Shiloh Hope Sirait

Post a Comment for "Sejarah Gereja"