Dogmatika "Dogma Tentang Manusia"
Pemahaman Dogma Tentang Manusia
BAB I
I.
Pendahuluan
Tetapi arti kata manusia? Dan siapakah manusia?
Manusia merupakan sebuah misteri disamping sang misteri agung. Studi tentang
manusia disebut antropologi. Istilah antropologi berasal dari bahasa yunani
yakni anthropos berarti manusia dan logos berarti kata, percakapan dan ilmu.
Jadi, yang dimaksud dengan antropologi adalah percakapan atau pembicaraan
mengenai manusia.
Telah berulang-kali dikemukakan, bahwa hakekat Tuhan
Allah ialah bahwa Ia adalah Sekutu Israel, atau sekutu umatnya. Oleh karena itu
maka pokok pembicaraan iman kristen adalah Tuhan Allah dan umatnya. Iman
Krsiten bukan hanya membicarakan hal Tuhan Allah, tetapi juga hal umat Allah.
Siapakah gerangan yang menjadi umat Allah itu? umat Allah bukan hanya Iaresl,
melainkan seluruh umat manusia. Berdasarkan pertimbangan itu maka bagaimana
pandangan Alkitab tentang manusia adalah penting sekali. Sejak ada manusia ia
telah menjadi persoalan bagi manusia sendiri. Ternyata bahwa uraian tentang
manusia dapat dikatakan sama tuanya dengan adanya manusia itu sendiri. Tubuh
atau badan menampakkan pribadi manusia dalam keseluruhannya. Manusia tidak
mungkin berada tanpa tubuh. Badan atau tubuh adalah bagian yang asasi dari
manusia. Manusia juga dapat disebut dengan tubuhnya saja[1]
BAB
II
PEMBAHSAN
I.
Pengertian
Manusia
Tetapi apakah arti kata “manusia”. Dalam Kamus
Bahasa Indonesi Kontemporer, kata manusia hanya diartikan sebagai “makhluk
Tuhan yang paling sempurna yang mempunyai akal dan budi.[2]
Kata benda man diartikan “orang dewasa”. Arti kata
ini tidak jelas, namun kata man dapat dihubungkan dengan dua kata latin mens,
artinya “ada yang berpikir” dan kata homo yang berarti “orang yang dilahirkan
diatas bumu”. Sedangkan istilah yunani anthropus pada umumya diartikan sebagai
manusia. Dari studi etimologi diatas, dua kata latin mens dan homo memberi
pengertian yang cukup jelas. Dari sudi etimologi, kita dapat melacak arti kata
untuk menemukan manusia. Namun bila kita mencoba menelaah lebih dalam mengenai
manusia maka kita tidak sekedar membicarakan manusia sebatas define literar.
Melainkan dapat dipahami berkaitan dengan hakikatnya.[3]
Rene Descartes
: manusia adalah makhluk yang berpikir. (saya berpikir maka saya ada :cogito ergo sum)
G. W. F. Hegel : mendefinisikan manusia sebagai
“kesadaran abadi”. Yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahwa manusia
memiliki kesadaran yang boleh disamakan dengan Roh.
L. Feurbach :
manusia adalah apa yang dimakannya[4]
Manusia memiliki kemampuan subjektif dalam mengambil
keputusan secara pribadi dan berkomitmen untuk mempertahankannya. Tidak ada
orang lain yang dapat mempengaruhi keputusan pribadinya. Orang lain boleh
mempengaruhi, tetapi keputusan tetap milik pribadi. Orang lain boleh
mempengaruhi, tetapi keputusan tetap milik pribadi. Keputusan yang diambil
manusia itu merdeka. Setiap manusia memiliki kebebasan untuk menentukan
keputusan dan sikap pribadi serta berkomitmen dalam kehidupannya.[5]
Menurut Perjanjian Lama, manusia terdiri dari daging
(basar) dan dari jiwa yang hidup (nefesy, Yes 10:18). Meskipun manusia
dari debu (afar, Kej 2:7; 3:19;
Mazmur 104: 29) namun ia juga diberikan nafas kehidupan (nesyama, Kej 2:7) dan roh Allah (ruakh, Ayb 27:3). Menurut Priestercodex, manusia boleh dianggap
sebagai gambaran dan rupa Allah. kesegambaran itu tidak dapat kita batasi pada
hakikat rohani manusia; didalamnya terkandung juga yang badaniah. Manusia
menanggung kesegambarannya juga dengan Allah sesudah kejatuhannya (Kej 5:1,3;
9:6) menurut konteks Kejadian 1:26a, kesegambaran Allah dengan manusia itu
terdapat dalam kekuasaannya atas bumi.
Menurut Perjanjian Baru, Manusia adalah pribadi yang
didalam soma (tubuh) dapat menjadi
objek diri sendiri dan yang sebagai psukhe
dan pneuma (jiwa) hidup demi
keinginan dan pengetahuannya. Perjanjian Baru tidak mengikuti ajaran Plato yang memisahkan jiwa dari tubuh
dengan merendahkan nilai tubuh menjadi penjara jiwa (dualisme). Manusia menurut
ajaran Peranjian Baru juga tidak dilihat hanya sebagai “makhluk yang berrasio”
(animal rationale), sebagaimana
dikatakan oleh Aristoteles.[6]
II.
Penciptaan
Manusia
Pada hari keenam, Allah menciptakan manusia (kej
1:26, 27,31). Rincian penciptaan ini sebagaimana dicatat dalam Alkitab,
menunjukkan bahwa manusia adalah mahkota dan ciptaan tertinggi dari semua
ciptaan yang kelihatan. Manusai tidak hanya diciptakan Allah menyerupai
dirinya, melainkan membentuk tubuh manusia dewasa itu, Adam, dan dari debu
tanah, lalu meniupkan nafas kehidupan ke lubang hidungnya (Kej 2:27), dan
memberinya jiwa yang rasional dan suara hati. Manusia diciptakan menurut
menurut gambar Allah. Pada hari yang sama, Allah menjadikan perempuan dewasa
itu, Hawa dari tulang rusuk Adam (Kej 2:21,22). Lalu keadaan manusia semula
“sangatlah baik” dalam segala hal.
a. Keadaan
tubuh nya sempurna, tidak ada organ yang lemah atau cacat, tidak ada bibit
penyakit atau bibit kematian. Manusia berpotensi memilki hidup abadi (Kej 2:17,
Rm 5:12). Daya pikir dan jiwanya pun sempurna. Selain kristus, sebelum jatuh ke
dalam dosa, Adam dan Hawa adalah manusia satu-satunya yang tubuhnya selalu
sangat sehat dan pikirannya sangat waras.
b. Manusia
mengetahui kehendak Allah, dan dapat menaatinya dalam pikiran, perkataan, dan
perbuatan dengan baik.
c. Hubungan
timbal balik laki-laki dan perempuan itu sangat bagus, masing-masing memahami dan
menyadari sepenuhnya kewajiban dan batasan dari kedudukan mereka, dan memandang
yang lain sebagai hadiah yang berharga dari sang pencipta.[7]
1.
Manusia
Sebagai Gambar Allah (Imago Dei)
Di dalam tradisi teologi humanum biasanya diartikan
dengan gagasan manusia sebagai gambar Allah (imago dei). Pandangan yang
mengatakan bahwa Allah digambarkan oleh setiap manusia (imago generaliter)
dipertahankan terus oleh rancangan-rancangan teologi Protestan yang baru.
Menurut P.Titilich, manusia sejak mulanya memilki persamaan wajah dengan Allah,
sebab “logosnya mempunyai analogi dengan logos ilahi, sehingga dengan demikian
loos Allah dapat tampil sebagai manusia, tanpa merusak kemanusiaan manusia.
Menurut E.Brunner, kebersamaan wajah manusia dengan Allah dalam arti “formal”
berarti, bahwa manusia juga sebagai seorang berdosa lebih tinggi daripada
seluruh makhluk lain. prioritas manusia terdapat didalam kemampuan berbicara
dan di dalam pertanggungjawabannya. Persamaaan wajah dengan Allah secara
“material” terdapat dalam hal pengisian struktur itu oleh anugarah Allah di
dalam hdup orang-orang oercaya. Barth pada masa berikutnya juga mengakui
keberadaan imago Dei manusia, tetapi Dia mengartikannya bukan sebagai sesuatu
yang didapati pada manusia, melainkan pemberian anugarah saja. gambaran Allah
yang satu-satunya adalah Kristus, manusia umumnya hanya dapat menjadi segambar
dengan Allah di dalam dan melalui Dia. Barth menekankan juga bahwa manusia
mempunyai persamaan dengan Allah, yaitu bahwa Dia seperti Allah hidup dalam
relasi social. Manusia yang terisolasi, manusia yang individualism, bukanlah manusia.
Manusia menjadi gambar Allah melalui hubungan dengan sesame manusia sebagaimana
dikongkretkan ke dalam perkawinan.[8]
Dalam Kitab Suci, hal mengenai gambar Allah,
pegangan yang terdahulu tentu ayat-ayat Kejadian 1:26,27. Disitu ada dua
perkataan yaitu: gambar dan rupa. Dua perkataan itu sama artinya hanya ada
sedikit rasa perbedaan, yatu gambar Allah berarti Allah yang menjadi pokoknya
dan rupa berarti bahwa gambar itu sudah mirip. Kitab suci mengatakan bahwa
sesudah manusia jatuh dalam dosa, Ia masih mempunyai gambar Allah (Kejadian
9:6, Yakobus 3:9). Kitab suci mengatakan juga bahwa manusia sekarang kehilangan
atau tidak mempunyai gambar Allah (Efesus 4:2). Maksudnya ialah sesdah jatuh
dalam dosa, manusia masih mempunyai gambar Allah tetapi sebab dosa itu merusak,
gambar Allah juga rusak. Teladan Allah yang terang hanya dapat menjadi milik
manusia, jika dosa dan buahnya dihilangkan. Dan dosa dengan bauhnya dihilangkan
oleh kristus. Didalam dogmatika gambar
Allah kadang-kadang dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Gamabar
Allah yang istimewa, khusus ialah pengetahuan, kebenaran dan kesucian.
b. Gambar
Allah yang umum ialah segala sifat manusia yamg membedakan manusia dari makhluk
lainnya. Seperti: pikiran, kemauan, jiwa dan Roh.[9]
2.
Tujuan
Penciptaan Manusia
Jika manusia adalah
gambar Allah, maka tugas manusia adalah melakukan apa yang Allah lakukan, yaitu
menciptakan kebaikan. Semua ciptaan bisa mengalami kerusakan dan kekacauan, tetapi ada gambar sang
pencipta, yaitu manusia, yang mampu memperbaiki kerusakan itu, dan mampu
mengubah kekacauan itu menjadi kebaikan, dan bahkan mampu membuat
kebaikan-kebaikan baru bagi dunia dan kehidupan di dalamnya. Untuk itulah
manusia diberi akal dan perasan. Dengan akal dan perasaannya, manusia mampu
mengatasi kerusakan dan kekacauan ciptaan Allah sehingga menjadi baik kembali.
Jadi, kaalau ada kekurangan bahan makanan, dengan akal dan perasaanya manusia mengusahakan
bahan makanan yang baru. Kalau ada penyakit, dengan akal dan perasaannya,
manusia mengusahakan penyembuhan. Kalau ada kerusakan alam, dengan akal dan
perasaannaya manusia mengusahakan pemulihan. Kalau ada kekacauan dalam
pergaulan antar-ciptaan, misalnya, pearang dan pertengkaran dengan akal dan
perasaannya manusia mengusahakan perdamaian. Kalau ada ketidakaadilan, dengan
akal dan perasaannya, manusia mengusahakan aturan-aturan yang adil. Pokoknya
Allah memang menciptakan dunia yang persediaan makanannya bisa terganggu, yang
bisa diserang penyakit, yang bisa mengalami perang dan ketidakadilan, dan
segala macam kekacauan serta kerusakan, tetapi Allah juga memberi akal dan
perasaan kepada manusia untuk mengubah segala kekacauan dan kerusakan itu
menjadi baik kembali.
Disamping manusia adalah gambar Allah, yang tugasnya
memperbaiki dan memperbaharui ciptaan Allah, manusia juga adalah bagian dari
ciptaan itu sendiri. Itu berarti, manusia juga tidak diciptakan sebagai makhluk
yang kebal kerusakan atau kebal kekacauan. Sama seperti ciptaan yang lain,
manusia bisa rusak, bisa kacau. Jadi, manusia sendiri perlu selalu diperbaiki
dan diperbaharui, karena itulah manusiatidak diciptakan seorang diri.[10]
Diantara segala makhluk, manusia diberikan tempat
terkemuka karena Allah hendak bersekutu dengan dia dalam suatu perjanjian.
a. Manusia
dijadikan sebagai tubuh berjiwa dan jiwa bertubuh yang terarah oleh keputusan
hatinya.
b. Manusia
dijadikan menurut gambar Allah dan diberikan kuasa untuk memelihara dunia.
c. Manusia
dijadikan sebagai laki-laki dan perempuan. Mitra yang berbeda dan
setingka-sederajatnya.
d. Manusia
mencurigai Allah dan membahayakan hubungan dengan Tuhan dan sesama.
e. Tuhan
memberkati segala makhluknya dan memanggil manusia agar Ia hidup dalam hubungan
yang benar dan adil.
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang
“bertubuh”, sebaagai “daging”. Manusia bukanlah makhluk yang “mempunyai” tubuh
atau daging. Ia sendirilah tubuh atau daging itu. tidak ada satupun dalam
dirinya yang tidak ikut ambil bagian dalam kemualiaan tubuh sebagai makhluk
yang sempurna, dan tidak ada satupun dalam dirinya yang luput dari kerendahan
tubuh sebagai makhluk yang dibuat dari debu tanah belaka. Kedalam tubuh manusia
itu, Allah menghebuskan “napas hidup” dan manusia itu menjadi “jiwa yang
hidup”.[11]
3.
Manusia
dan Kuasanya
Dalam kejadian 1 kita membaca, bahwa kepada manusia
yang Allah ciptkakan menurut gambarnya itu Allah berikan wewenang untuk
berkuasa atas makhluk-makhluk yang lain di bumi. ‘ atas ikan-ikan di laut dan
burung-burung di udara dan atas ternak dan atas segala binatang melata yang
merayap di bumi” (ayat 26 dan 28). Menurut nas ini manusia sekalipun ia berasal
dari bumi (debu tanah) dan sama seperti makhluk-makhluk yang lain adalah
ciptaan Allah yang mendiami bumi ini bersama-sama dengan mereka. Sama sekali
berada dipihak Allah. Ia seperti yang telah kita katakana di atas
makhluk-makhluk yang lain (bnd Mzm 8).
Kuasa menurut kesaksian Alkitab bukan saja Allah
berikan kepada manusia sebagai pribadi, tetapi juga manusia sebagai pribadi,
tetapi juga manusia sebagai persekutuan dalam lembaga-lembaga, seperti lembaga-lembaga
polituik, lembaga-lembaga social, lembaga-lembaga keagamaan, dll. salah satu
dari lembaga-lembaga ini ialah lembaga pemerintahan yang mengatur dan memimpin
hidup bersama diri manusia.[12]
4.
Manusia
Dan Dosa
Suatu gambaran yang jelas tentang pandangan
tradisional itu dapat diringkaskan dibawah empat bagian:
a. Allah
menciptakan manusia yang sempurna di Taman Eden. Alasan di balik pernyataan ini
adalah bahwa manusia yang sesempurna mungkin. Sebagai ciptaan, mereka tidak
bisa memilki semua kesempurnaan dari sang pencipta itu misalnya kebaikannya.
Jadi salah satu kelemahan mereka yang alamiah adalah mereka itu fana.
b. Adam
berdosa, Ia tidak hanya membengkang kepada penciptaanya dengan melanggar
perintah untuk tidak memakan buah dari pohon yang ada di tengah taman itu,
tetapi Ia juga hanya memikirkan keuntungannya sendiri daripada memikirkan
kebaikan ciptaan tersebut. tindakan Adam yang tidak taat dan mencari keuntungan
bagi diri sendiri itu merupakan pilihan bebas dan bukan paksaan.
c. Akibat
ketidaktaatan Adam adalah kehancuran umat manusia. Tindakan dosanya
menggerogoti hakikat manusia sedemikian besarnya sehingga umat manusia
kehilangan kemampuannya untuk melihat kebaikan sejelas mungkin dan tidak
mengehendakinya hanya demi dirinya sendiri. Hasilnya adalah mereka melakuakan
banyak perbuatan baik, namun tindakan mereka selalu jauh dibawah keunggulan
nilai kebenaran itu. dengan demikian, dalam keberdosaannya, umat manusia tidak
hanya meniru Adam, tetapi juga melakukan tindakan yang muncul dari hakikat yang
diwarisinya, yakni yang cacat dan rusak dengan menyelewengkan dan menyesatkan
kehendak dan keinginan mereka.
d. Akhirnya,
umat manusia tak hanya mengambil bagian dalam suatu tabiat yang rusak, yang
mereka peroleh melalui pewarisan, tetapi mereka juga mengambil bagian dalam
kesalahan Adam. Solidaritas dari umat manusia itu berbentuk sedemikian rupa
sehingga semua orang bersalah sebab semuanya hadir secara mistis dalam Adam
ketika melakukan dosa.[13]
5.
Manusia
Dan Kebebasannya
Manusia
mula-mula hidup dalam kebebasan. Tetapi oleh dosanya atau lebih konkret: oleh
perbuatannya melawan Allah Ia kehilangan kebebasannya itu dan menjadi budak
dari dosa yang Ia lakukan. Dari perbudakan itu Allah membebaskannya dan dalam
Kristus Ia membuatnya menjadi “suatu Ciptaan Baru” (2 Kor 5:17). Kebebasan
adalah salah satu dari pemberian-pemberiam Allah yang paling penting kepada
manusia. Tanpa kebebasan manusia tidak dapat merealisasikan dirinya sebagai
manusia. Yiatu sebagai manusia yang diciptakan Allah menurut gambarnya.
Maksudnya manusia yang bertanggungjawab. Itulah sebabnya Yesus sering terlibat
dalam konflik dengan orang-orang farisi dan ahli-ahli taurat yang dengan
rupa-rupa peraturan mereka sadar atau tidak sadar menindas kebebasan rakyat
yang lemah. Kebebasan yang Allah berikan kepada manusia ialah bukan kebebasan
untuk berbuat dosa, tetapi kebebasan untuk melayani: melayani Allah dan
melayani manusai dalam arti yang seluas-luasnya.
Karena
itu, dalam Alkitab kebebasan selalu dihubungkan dengan kasih, yaitu kasih
kepada Allah dan kasih kepada manusia. Itulah hukum baru, hukum Kristus yang
manusia harus taati dan laksanakan dalam hidupnya. Kalau hal itu tidak Ia
lakukan atau lebih posotif: kalau kebebasannya Ia putuskan hubungannya dengan
Allah dan dengan sesamanya manusia Ia akan kehilangan kebebasannya itu dan Ia
akan jatuh lagi ke dalam dosa. Karena itu Allah bukan saja memberikan kepada
manusia kebebasan, tetapi juga Ro nya. Sebab hanya kalau manusia memberi
dirinya dipimpin oleh Roh itu yaitu oleh Allah sendiri. Ia akan dapat hidup dan
tetap hidup sebagai manusia yang bebas dan bertanggung jawa.[14]
6.
Manusia
Dan Masadepannya
Kita telah mendengar bahwa, bahw manusia
dalam hidup ini sedang menuju ke masa depan: kepada tujuannya yang akhir.
Tetapi hidupnya ini tidak kekal. Ia terbatas. Tiap-tiap manusia apakah Ia
mengetahui tentang tujuannya yang akhir sebagai partner Allah atau tidak sedang
menuju kepada akhir hidunya. Hal ini haruslah kita sadari. Dunia ini adalah
milik Allah yang harus terus-menerus Ia baharui dan pimpin kepada tujuanya yang
akhir. Dalam Alkitab pekerjaan ini dikiaskan dengan kerajaan Allah. Kiasan ini
telah kita temui dalam perjanjian lama. Disitu dikatakan, bahwa Allah buka saja
adalah Raja Israel, tetapi juga Raja dari seluruh dunia dan bahwa Ia
dimasadepan akan menyatakan kekuasaanya yang penuh sebagai raja. Kerajaan Allah
sebagai lambing pembaharuan total yang sedang kita nantikan, bukanlah hasi
usaha manusa dalam sejarah, tetapi adalah karya-karya Allah.[15]
7.
Manusia
Dihadapan Allah
Hidup sebagai manusia
adalah perbuatan, tindakan perbuatan kita yang menentukan ialah: percaya kepada
Allah, mengaku akan Allah. tetapi menjadi manusia adalah hidup dihadapan hadirat Allah, hidup dengan
berjumpa dengan Allah, hidup bersama-sama dengan Allah. Allah menghendaki bahwa
manusia hidup benar-benar hidup, hidup sebagai subyek, artinya: sebagai pribadi
yang berbicara serta bertindak. Percaya adalah laksana hubungan antara dua
pribadi antara Allah dengan manusia. Allah berbiacara kepada manusia, memanggil
Dia, berkenan untuk bersama-sama dengan Dia, berkenan untuk mengadakan perjanjian
dengan Dia. Menjadi manusia berarti mendengarkan firman Allah serta memberi
jawabnya. Demikian manusia itu sungguh-sungguh manusia sebagai “subyek”,
sebagai pribadi yang hidup dengan Allah. Sebab menjadi manusia adalah
bertanggung jawab sendiri yaitu terhadap Allag. Secara perseorangan, kita
berdiri di hadapan Allah dan harus memberi jawab kepadanya. Jadi, anthropologia
Kristen adalah berdasarkan Kristologia: sebagaimana Kristus hidup beserta
Allah, demikianlah juga kita manusia sungguh-sungguh menjadi manusia karena
persekutuan dengan Allah.[16]
Hubungan
rohani manusia dengan Allah sempurna, baik laki-laki maupun perempuan
diciptakan segambar Allah (Kej 1:27), yang sebagai keserupaan rohani, diam
dalam jiwa dan tercermin dari hidup mereka. Hubungan itu ada dalam pengenalan
yang membahagiakan akan Allah (Kol 3:1), kesalehan yang sempurna dan kesucian
hidup yang benar.[17]
Dengan
demikian, kebenaran ini adalah anugrah yang murni. Allah yang menghakimi orang
fasik bukan. Bukan manusia yang mencari Allah, tetapi Allahlah yang didalam
anugrahnya yang menyelamatkan mendatangi manusia. Terhadap Allah, manusia hanya
pasif. Dihadapan Allah manusia tidak dapat menujukkan jasa-jasanya atau
amal-amal yang sidah Ia perbuat, tidak ada hal lain yang dapat dibuat manusia
selain daripada hanya mengizinkan dirinya menjadi seorang penerima. Didalam
Krsitus, Allah bukanlah Hakim, tetapi Bapa. Tidak ada hal lain yang dapat
dibuat manusia selain daripada berterimakasih menerima anugrah Allah.[18]
Prinsip
utama yang perlu kita ketahui setelah mengerti apa yang terjadi terhadap diri
kita ketika kita dilahirkan kembali adalah memahami identitas kita di dalam
kristus, dengan cara memilki suatu pengetahuan tentang siapa kita didalam
kristus dan secara spesifik mengakui apa yang dikatakan oleh firman Tuhan
tentang kita. Masuknya firman melalui mulut da terus ke dalam hati kita akan
membawa terang yang adalah pngertian (Mzm 119:130) dan juga iman (Mzm 119:130,
Rm 10:17). Ketika iman kita dibangun, kita akan dibangkitkan, berjalan dengan iman,
dan mulai menyenangkan Tuhan, karena kita akan mengetahui bahwa sebagai
putera-puteri Allah, kita adalah ahli waris bersama dengan Tuhan Yesus Krsitus
(Roma 8:17, Gal 4:7, Ibrani 11:5-6).[19]
Manusia adalah pokok
yang paling penting dalam ajaran tentang iman Kristen antara manusia dengan
Alah terdapat hubungan yang erat yaitu: Allah adalah partner perjanjian-Nya dan
ia adalah partner perjanjian-perjanjian Allah.
a. Dalam
hubungannya dengan Allah sebagai Allah-Perjanjian, manusia adalah partner Allah
dan bahwa dalam hubungan-Nya dengan Allah sebagai Allah-pencipta manusia adalah
makhluk, ciptaan Allah.
b. Ia
adalah wakil Allah di bumi untuk berkuasa atas makhluk-makhluk yang lain. Ia
diberi mandat untuk berkuasa atas makhluk-makhluk yang lain. Atas ikan-ikan
dilaut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan segala binatang melata
yang merayap di bumi. (kej 1:26 & 28). Sekalipun manusia itu berasal dari
bumi (=adamah) dan sama seperti makhluk-makhluk yang lain adalah ciptaan Allah
yang mendiami bumi ini bersama-sama dengan makhluk lainnya.[20]
III.
Manusia dan Kemanusiaan
1.
Manusia
Di Dalam Dunia
Dunia, dimana manusia berada sekarang ialah dunia
yang menurut Rasul Paulus tidak tetap sama, Ia berubah-ubah. Dan karena itu Ia
seolah-olah terdiri dari “dunia-dunia”. Rasul Paulus kadang-kadang mneyebutnya
“dunia dosa” atau “dunia hukum” atau “dunia janji” dan kadang-kadang pula
“dunia Injil” atau “dunia kebangkitan” atau “dunia penghakiman”. Dan dunia ini
mempunyai pengaruh atas manusia yang diam di dunia ini mempunyai pengaruhnya
atas manusia yang diam didalamnnya. Karena itu manusia bukanlah manusia yang
konstan. Ia adalah manusia yang liar atau manusia yang beradab, Ia adalah
manusia barbar atau manusia Gerika, Ia adalah manusia Yahudi atau manusia
kafir, dan lain-lain. dan manusia ini hidup didalam jemaat atau diluar jemaat.
Selain daripada ungkapan-ungkapan diatas, Rasul
Paulus juga mengguankan ungkapan-ungkapan untuk melukiskan manusia dalam
dunianya. Salah satu dari ungkapan-ungkapan itu ialah manusia dalam
kejasmaniannya. Sebagai manusia yang demikain, ia adalah sepotong dari dunianya,
yang kadang-kadang merupakan kawan dan kadang-kadang juga merupakan lawan
baginya. Tetapi kalau ia berpikir, bertindak atau menderita, ia selalu
dihubungkan oleh kejasmaniannya dengan dunianya. Karena itu bagi Rasul Paulus
hanya ada satu jalan keluar saja bagi manusia, yaitu mengetahui apa yang harus
Ia lakukan dalam persekutuannya dengan Yesus Kristus dan dalam kejasmanian baru
dari kebangkitan manusia.[21]
Allah kitab Suci dan pengakuan Gereja tentu saja
adalah pencipta langit dan bumi. manusia adalah bukan satu-satunya ciptaannya.
Manusia adalah seorang makhluk, Penciptaan Allah yang totalitas. seluruh dunia
benar-benar mengemukakan bahwa manusia merupakan sebuah unsur yang sangat
penting dan sangat bergantung pada unsur-unsur creaturely di dunia.[22]
2.
Manusia
dengan manusia
Hubungan manusia dengan ciptaan lain adalah
hubungan penguasaan dan pengaturan.
Allah memberi manusia kuasa atas segala yang hidup dan bergerak dibumi (Kej
1:28), semua tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan menjadi makanan manusia (Kej
1:29), cahaya dilangit dan apa saja yang Allah ciptakan untuk kepentingan,
pelayanan, dan kegembiraan manusia. Tetapi di Taman Eden, Allah juga ingin
manusia bekerja (Kej 2:25), tetapi bekerja saat ini merupakan kegiatan untuk
menghabiskan waktu dan hiburan, bukan beban yang melelahkan.[23]
Pendapat Yesus tentang sesama manusia sama dengan
apa yang Perjanjian Lama maksudkan dengan saudara, kawan, tetangga, orang asing
(Imamat 19:18; 19:33; Ulangan 10:18, dll. tetapi bedanya Yesus dengan rabi-rabi
Yahudi ialah: apa yang Ia beritakan tetang kasih kepada sesame manusia itu
bukan hanya Ia beritakan dengan kata-kata saja, tetapi Ia juga lakukan dalam
hidupnya, sampai di kayu salib. Mengasishi sesama manusia seperti ini yaitu
dengan perkataan dan perbuatan yang Ia tugaskan kepada murid-muridnya . itu
tidak mudah. Karena itu mengasihi sesama manusia dalam arti diatas seperti yang
Yesus tugaskan kepada murid-muridnya tidak berarti membinasakan kemanusiaannya,
tetapi memulihkannya.[24]
Penghargaan tulus atas keberadaan sesama manusia.
Sikap hormat kita kepada Allah merupakan penentu sikap hormat kita kepada orang
lain. salah satu bukti rasa hormat kita kepada Allah adalah dengan menghargai
sesame manusia karena semua dan setiap orang
berharga dimata Allah. Rasa hormat kita kepada Allah dan penghargaan
kita atas harkat sesame manusia ikut menentukan kualitas komunikasi kita dengan
sesama. [25]
IV.
Kesetaraan
Gender Manusia
Manusia diciptakannya, manusia berasal dari Dia. Dalam
pemahaman seperti itulah kita mengerti kesetaraan gender dalam Alkitab,
khususnya kisah penciptaan pada bagian ini. Manusia, laki-laki dan perempuan,
diciptakan secara bersama. Namun, Ada orang yang menekankan perbedaan laki-laki
dan perempuan dalam perikop Kej 1:1-2:3. Karena, didalam pasal 1:27 lebih dulu
disebut laki-laki, dikatakan: “laki-laki dan perempuan diciptakannya mereka”.
Tetapi, alasan itu terlalu mengada-ada, karena dalm mengisahkan kisah seperti
itu tidak mungkin tidak ada yang disebut lebih dulu. Laki-laki dan perempuan
atau perempuan dan laki-laki. Tidak ada pemisahan penciptaan laki-laki dan
perempuan. Laki-laki dan perempuan diciptakan secara sama. Laki-laki dan
perempuan diciptakan dari yang tiada menjadi ada (creation ex nihilo in concerto);
laki-laki dan perempuan diciptakan dalam urutan terakhir penciptaan sebaagai
puncak penciptaan, sebagai mahkota ciptaan. Kepasa Adam, kepada manusia itu,
kepada laki-laki dan perempuan itu diberi kuasa, diberi hak untuk menguasai,
mengusahakan/ mengerjakan dan memelihara/ mengindahkan ciptaan Allah.[26]
Manusia bukan saja diciptakan Allah dengan kasih
menurut gambar-Nya. Manusia juga menurut kesaksian Alkitab diciptakan-nya
sebagai laki-laki dan perempuan. Ia tidak hidup sendiri di dunia. Ia hidup bersama-sama
dengan manusia lain. Tanpa manusia lain ia tidak lengkap. Dan ia tidak
mempunyai arti. Karena itu Allah menciptakannya sebagai makhluk jamak. Allah
menciptakan manusia menurut gambar-Nya , menurut gambar Allah diciptakannya dia
laki-laki dan dia perempuan diciptakan-Nya mereka.
Penulis dalam hal ini ingin menyampaikan bahwa Allah
menciptakan manusia itu sebagai laki-laki dan perempuan itu tidak sama. Mereka
berbeda, tetapi perbedaan itu bukanlah perbedaan kualitatif. Laki-laki tidak
lebih mulia daripada perempuan dan perempuan tidak lebih hina atau rendah
daripada laki-laki.
Maksud Allah dengan perbedaan ialah: supaya mereka
saling membantu, saling mengasihi dan saling melengkapi. Sebab perempuan juga
disebut sebagai penolong laki-laki yang sepadan dengan dia. Yang dimaksudkan
bukanlah seorang penolong atau pembantu seperti yang kita kenal dalam
masyarakat kita, namun seorang kawan hidup, seorang partner, yang tidak sama
benar dengan laki-laki, tetapi yang dijadikan begitu rupa, sehingga keduanya merupakan
manusia yang lengkap, manusia yang komplit.[27]
V.
Sifat
Manusia
Manusia
terdiri dari tubuh dan jiwa dalam satu pribadi yang sempurna. Tubuh manusia
berasal dari debu tanah. Anatomi menunjukkannya sebagai sebuah karya
keterampilan yang luar biasa. Mata untuk melihat, telinga untuk mendengar,
jantung yang berdenyut dan memompa aliran darah melalui paru-paru untuk
dibersihkan, dan mengirimnya ke seluruh tubuh untuk mebangun sel-sel, system
syaraf yang lembut yang membawa pesan ke otak, dan semua anggota tubuh yang
dibentuk sedemikian rupa untuk mendukung tujuan penciptaan anggota-anggota
tubuh itu secara sangat mengagumkan.
1. Jiwa
Jiwa
manusia bukanlah hakiki yang bersifat material, melainkan kekal, hdiup, hakiki
rohani sebuah komposisi dan struktur yang tidak kita pahami. Jiwa berdiam dalam
tubuh (Kis 20:10), namun tidak menempati kamar dan ruang. Jiwa menghidupkan
tubuh, dan memakai beberapa anggota tubuh sesuai dengan tujuan perancangannya.
2. Dikotomi
dan Trikotomi
Alkitab
mengajarkan dikotomi, yaitu bahwa manusia terdiri dari dua bagain utama, tubuh
dan jiwa atau tubuh dan Roh. Trikotomi mengajarkan bahwa manusia terdiri dari
tiga bagian, tubuh, jiwa dan roh. Keduanya adalah unsur immaterial yang sangat
berbeda dengan tubuh, namun dengan perbedaan ini jiwa mengacu ke fungsi-fungsi
yang hidup, rasional, dan aktif dalam hubungannya dengan pengalaman keduniaan,
sementara roh lebih menunjuk pada hubungan jiwa dengan Allah dan hal-hal
spiritual. Jadi, jiwa aktif pada orang beriman dan tidak beriman, sedangkan roh
yang hidup kepada Allah ada pada orang beriman, namun yang mati pada orang
tidak beriman. Tetapi, perbedaan ini tidak selalu tampak jelas.
3. Perkembangbiakan
Manusia
Pada
mulanya Allah menjadikan satu laki-laki dan satu perempuan, dan menyatukan
mereka dalam ikatan perkawinan menjadi satu daging (Kej 2:18, 21-24). Sehingga
mereka dapat bertambah banyak dan beranak cucu dan memenuhi bumi (Kej 1:27-28).
Sejak saat itu laki-laki dan perempuan tidak lagi diciptakan seperti penciptaan
Adam dan Hawa, melainkan diperankkan dan dilahirkan dari orangtua mereka.
Sebagai sarana Allah untuk meberikan tubuh dan jiwa, mata, telinga, dan seluruh
anggota tubuh, akal dan semua indera kepada mereka. Adam memperanaka seorang
putera (kej 5:3); maka lahirlah Kain dari Rahim Hawa (Kej 4:1; Ayb 14:1).
Orangtua kepada anak; ajaran ini disebut tradusianisme. Meskipun demikian,
Allah lah yang mebentuk anaka di dalam Rahim ibu (Yes 1:5), dan memberinya
nyawa dan nafas.[28]
VI.
Penyelamatan
Manusia
Semua
orang telah berdosa (Roma 3:23), sehingga bersalah dihadapan Allah (Roma 3:10),
berada dibawah kutuk tuarat (Galatia 3:10), dan layak mati (Roma 6:23). Atas
upayanya sendiri manusia sama sekali tidak mungkin meraih keselamatan dirinya “
sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan dihadapan Allah karena melakukan
hukum taurat” (Roma 3:20). Keselamtan juga tidak mungkin diperoleh karena
perbuatan baik kita, sehingga kita membutuhkan anugrah ilahi agar selamat. Anugrah
bukanlah khayalan atau kemungkinan belaka, melainkan fakta yang diwahyuhkan. Atas
dorongan belas kasihnya kepada manusia, Allah memutuskan untuk menyelamatkan
manusia melalui kematian putranya. Dengan demikan, anugrah Allah adalah
penggerak dan penebusan oleh kristus. Manusia yang tersesat oleh perbuatannya
diselamatkan oleh anugrah Allah di dalam Kristus.[29]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia
merupakan salah satu citptaan Allah yang paling sempurna, manusia diberikan
tubuh, jiwa dan roh. Manusia diciptakan turut segambar dan serupa Allah dimana
tubuh manusia adalah sempurna. Manusia berbeda dengan makhluk ciptaan Tuhan
yang lain. karena, manuisa diberikan akal dan pikiran untuk memperbaiki,
memelihara apa yang telah Tuhan ciptakan. Manusia dihadapan Allah menghendaki
bahwa manusia hidup benar-benar hidup, hidup sebagai subyek, artinya: sebagai
pribadi yang berbicara serta bertindak. Percaya adalah laksana hubungan antara
dua pribadi antara Allah dengan manusia. Tuhan menciptakan manusia laki-laki
dan perempuan. Allah berbiacara kepada manusia, memanggil Dia, berkenan untuk
bersama-sama dengan Dia, berkenan untuk mengadakan perjanjian dengan Dia.
Sesama manusia adalah mengasihi.
Manusia sebagai penguasa
apa yang telah Tuhan ciptakan tetapi kekuasaan itu disalahgunakan sehingga
membuat manusia jatuh dalam dosa. Manusia mula-mula hidup hidup dalam
kebebasan. Kebebasan adalah salah satu dari pemberian Allah yang penting kepada
manusia. Tanpa kebebasan manusia tidak merealisasikan dirinya sebagai manusia.
Manusia
dihadapan Tuhan adalah manusia yang percaya kepada Allah , mengaku akan allah.
Tetapi menjadi manusia adalah hidup dihadapan hadirat Allah, hidup dengan
dengan berjumpa Allah, hiup bersama-sama dengan Allah.
Hubungan
rohani manusia dengan Allah adalah sempurna, baik laki-laki maupun perempuan
diciptakan segambar Allah, yang sebagai keserupaan rohani, diam dalam jiwa dan
tercermin dari hidup mereka.
Sifat
manusia terdiri dari jiwa, Dikotomi dan Trikotomi serta pekembangan manusia.
Semua orang telah berdosa, sehingga bersalah dihadapan Allah, berada dibawah
kutuk taurat dan layak mati. Atas rupanya sendiri manusia sama sekali tdak
mungkin meraih keselamatan dirinya. Sebab tidak ada seorangpun yang dapat
dibenarkan dihadapan Allah karena melakukan hukum taurat. Dengan demikian,
anugrah Allah adalah penggerak dan penebusan oleh kristus. Manusia yang
tersesat oleh perbuatannya diselamatkan oleh Anugrah Allah di dalam Krsitus.
Daftar Pustaka
1. Becker,
Dietre. Pedoman Dogmatika. 1996. BPK
Gumung Mulia: Jakarta.
2. Soedarmo
R. Ikhtisar Dogmatika. 1996. Gunung
Mulia: Jakarta.
3. Abineno,
Ch. Manusia Dan Sesamanya Didalam Dunia.
1987. Gunung Mulia: Jakarta.
4. Niftrik,
& Boland. Dogmatika Masa Kini.
2010. Gunung Mulia: Jakarta.
5. Lohse,
Bernhand. Pengnatar Sejarah Dogma Kristen.
2008. Gunung Mulia: Jakarta.
6. Selvraj
Sundar, Sadhu. Menjadi Serupa Dengan Dia.
2000. Nafiri Gabriel: Jakarta.
7. Barth,
Karl. The Doctrine Of Creation. 1960.
T&T Clark Edinburgh: New York.
8. Boangmanalu,
Jusen. Teologi Marthin Luther & Misi
Kontekstual. 2015. Pematangsiantar: L-SAPA.
9. Koehler
WA, Edward. Intisari Ajaran Kristen.
2012. Akademi Lutheran Indonesia: Pematangsiantar.
10.
Napitupulu Bonar, Kesetaran Gender Dalam Alkitab.
11. Tinambunan,
Victor. Berkomunikasi Dengan Hati.
2009. L-SAPA: Pematangsiantar
12. Barth,
Christoph. Teologi Perjanjian Lama 1.
2008. BPK Gunung Mulia: Jakarta.
13. Snijders,
Adelbert. Anthropologi Filsafat:
Manusia Paradoksal dan Seruan. 2006. Kanisius: Yogyakarta.
14. Salim
Peter, Salim Yenny. Kamus Bahasa
Indonesia Kontemporer, edisi 1. Modern English Press: Jakarta.
15. Abineno,
CH. Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen.
1999. BPK Gunung Mulia: Jakarta.
16. Rahman
Arif, Masykur. Sejarah Filsafat Barat.
2013. IRCiSoD: Yogyakarta.
17. Wijaya,
Yahya. Kemarahan, Keramahan, Kemurahan
Allah. 2008. BPK Gunung Mulia: Jakarta.
18. Urban,
Linwood. Sejarah Ringkasan Pemikiran
Kristen. 2012. Gunung Mulia: Jakarta.
19. Harun
Hadiwijono, Iman Krsiten. 2007. BPK Gunung Mulia: Jakarta.
[1] Harun Hadiwijono, Iman
Krsiten, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 168
[2] Peter Salim dan Yenni Salim, Kamus
Bahasa Indonesia Kontemporer, edisi 1. (Jakarta: Modern English Press,
1991), 934
[3] Adelbert Snijders, Antropologi
Filsafat: Manusia, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 17
[4] Becker Dicter, Pedoman
Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 87
[5] Masykur Arif Rahman, Sejarah
Filsafat Barat, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2013), 329
[6] Becker Dicter, Pedoman
Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat, 83
[7] Jusen Boangmanalu, Teologi
Martin Luther & Misi Kontekstual, (Pematangsiantar : L-SAPA, 2015),
66-67
[8] Becker Dicter, Pedoman
Dogmatika: Suatu Kompendium Singkat, 89-90
[9] R. Soedarmo, Ikhitisar
Dogmatika, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 140-141
[10] Yahya, Wijaya, Kemarahan,
Keramahan & Kemurahan Allah, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 56-57
[11] Christoph Barth, Teologi
Perjanjian Lama 1. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 32-33
[12] J.L. Ch. Abineno, Manusia
Dan Sesamanya Di Dalam Dunia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), 44-47
[13] Linwood Urban, Sejarah
Ringkasan Pemikiran Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2012), 161-162
[14] J.L. Ch. Abineno, Manusia
Dan Sesamanya Di Dalam Dunia, 51-54
[15] J.L. Ch. Abineno, Manusia
Dan Sesamanya Di Dalam Dunia, 55-56
[16] Van Niftrik dan B.J Boland, Dogmatika
Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 133-134
[17] Edward W.A. Koehler, Intsari
Ajaran Kristen, (Pematangsiantar:
Akademi Lutheran Indonesia, 2012), 53
[18] Bernhard Lohse, Pengantar
Sejarah Dogma Kristen, (Jakarta: Gunung Mulia, 2006), 205
[19] Sadhu Sundar Selvaraj, Menjadi
Serupa Dengan Dia, (Jakarta: Nafiri Gabriel, 2000), 44-45
[20] J. L. Ch. Abineno, Pokok-Pokok
Penting dari Iman Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999,) 53
[21] J.L. Ch. Abineno, Manusia
Dan Sesamanya Di Dalam Dunia, 59-60
[22] Karl Barth, Dogmatic: The
Doctrine of creation, (Edinburgh: T&T Clark), 3
[23] Jusen Boangmanalu, Teologi
Martin Luther & Misi Kontekstual, 67
[24] J.L. Ch. Abineno, Manusia
Dan Sesamanya Di Dalam Dunia, 65-67
[25] Victor Tinambunan, Berkomunikasi
Dengan Hati, (Peatangsiantar: L-SAPA, 2009), 3
[26] Bonar Napitupulu, Kesetaraan
Gender Dalam Alkitab, 11-12
[27] J. L. Ch. Abineno. Pokok-Pokok
Penting dari Iman Kristen. 52
[28] Edward W.A. Koehler, Intsari
Ajaran Kristen, 51-52
[29] Jusen Boangmanalu, Teologi
Martin Luther & Misi Kontekstual, 70
Post a Comment for "Dogmatika "Dogma Tentang Manusia""