Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Khotbah Lukas 12: 13-21 "Jauhilah Ketamakan"

Minggu 1 Set. Trinitatis; 14 Juni 2020
Bahasa Indonesia

12:13 Seorang dari orang banyak itu berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku."
12:14 Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?"
12:15 Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu."
12:16 Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: "Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya.
12:17 Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.
12:18 Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku.
12:19 Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!
12:20 Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti?
12:21 Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah."

A. Pendahuluan

Salah satu akibat dari globalisasi adalah masyarakat konsumtif, dan konsumerisme telah menjadi ideologi besar pada zaman ini. Yang dimaksud dengan masyarakat konsumtif adalah masyarakat yang membeli secaraberlebihan, bukan membeli hal-hal yang perlu saja untuk hidup, dan tidak pernah bisa mengatakan cukup. Dari kacamata psikologi, masyarakat konsumtif dengan mudah tercipta karena ada tiga alasan. Pertama, orang suka membandingkan diri dengan orang lain, Kedua, keinginan untuk mendapatkan kompensasi dan yang ketiga, kecenderungan untuk memamerkan keberhasilan ekonomi sebagai bentuk keselamatan. Kalau seorang ahli filsafat Descartes mengatakan, “Saya berpikir maka saya ada”, masyarakat konsumtif mengatakan, “Saya berbelanja maka saya ada”. Apabila arus zaman sudah seperti itu, maka banyak orang berlomba-lomba mengejar harta, kekayaan dan materi-materi duniawi sehingga hidupnya hanya berfokus pada kekayaan duniawi. Di sinilah muncul bahaya atau ancaman bagi umat beriman. Mengapa? Karena ancaman keserakahan,kerakusan dan ketamakan mengikis kehidupan manusia sebagai citra Allah. Lalu apa yang bisa dilakukan untuk menghadapi ancaman tersebut sebagai murid Kristus yang hidup dalam situasi seperti itu? Firman Tuhan saat ini (yakni Luk 12: 13-21) menawarkan inspirasi untuk menyadarkan akan harta yang sesungguhnya dan menyikapi harta di dalam hidup ini.

B. Penjelasan Nas

Dalam ayat 13-15 menerangkan situasi percakapan yang terjadi antara seseorang dengan Yesus di tengah-tengah kumpulan orang banyak yang meminta Yesus memutuskan/menyelesaikan masalah yang sedang ia hadapi dengan saudaranya tentang harta warisan. Maksud orang itu ialah agar Yesus yang ia anggap sebagai Guru dapat menyelesaikan masalah warisan yang sedang dialaminya. Anggapan orang itu menunjukkan bahwa ia ingin menggunakan wibawa atau otoritas Yesus sebagai Guru, dan ia ingin dibela atau mencari jalan keluar karena masalah yang sedang ia hadapi. Namun, Yesus tidak menuruti maksud hatinya sehingga Yesus menolak untuk menyelesaikan masalahnya dan juga karena Yesus menyadari bahwa Ia bukanlah Rabi yang ditahbiskan. Hal ini  berarti bahwa orang itu ingin perkaranya dibela oleh Yesus yang adalah seorang Guru dan juga yang dikenal di kalangan mereka pada masa itu (Ay.14). Hal ini berarti bahwa pada waktu itu Yesus juga menyadari posisi diri-Nya sebagai Guru, dan bukan hakim atau pengantara sehingga Yesus menggunakan kesempatan itu untuk memperingatkan dan mengajar tentang segala ketamakan akan harta benda (lih. Ay.15). Pada ayat tersebut ada empat kata kunci yang menjadi dasar pengajaran Yesus.

Yang pertama “berjaga-jagalah” (Yun. horate) yang berarti mengetahui, mengerti, memperhatikan, berjaga-jaga.

Kedua, kata “waspadalah” (Yun. Phulassesthe) yang berarti menjaga, berhati-hati, menjaga, memelihara. Kedua kata tersebut menunjuk kepada mereka yang mendengar peringatan dari Yesus dan isinya ialah suatu perintah yang harus dilakukan secara terus-menerus untuk melindungi diri dari sesuatu yang berasal dari luar diri manusia. Matthew Henry menjelaskan kedua kata ini bahwa mengawasi diri berarti menjaga hati dengan baik-baik sehingga sikap tamak tidak merasuki hati, dan memelihara diri, yaitu membalut hati rapat-rapat sehingga ketamakan tidak menguasai dan memerintah dalam hati. Dengan demikian kedua kata tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan sesuatu yang dari luar diri manusia ialah sifat tamak, di mana semua orang harus berjuang secara terus-menerus untuk berhati-hati terhadap kekayaan. Namun bukan berarti bahwa kekayaan materi adalah sesuatu yang jahat, tetapi sikap hati orang yang mencintai kekayaan lebih dari mengasihi Allah sendiri adalah hal yang ditentang oleh Allah sendiri (bnd. 1 Tim. 6:10). Konteks ini menganjurkan untuk waspada terhadap segala ketamakan karena hidup manusia tidak tergantung pada kekayaan yang dimilikinya. Ini artinya, “kebahagiaan dan kesenangan tidak bergantung pada kepemilikan atas kekayaan yang melimpah di dunia.

Ketiga, kata “segala ketamakan (Yun. pases pleonexias) menjelaskan bahwa ketamakan sama dengan “kehausan untuk memiliki lebih banyak, tentang segala jenis harta benda untuk memuaskan diri sendiri. Jadi, maksud ungkapan Yesus tentang frase pases pleonexias menunjuk dan menjelaskan bahwa keinginan akan segala warisan atau harta benda, yang mana fokus hidup akhirnya hanya berpusat pada kekayaan/kenikmatan duniawi.

Keempat, kata “hidup” (Yun. zoe), merupakan subjek dari orang yang memiliki banyak harta yang diungkapkan Yesus dalam ayat 15. Matthew Henry menjelaskan bahwa kehidupan jiwa tidak tergantung pada kekayaan, bahkan kehidupan tubuh dan kebahagiaannya pun tidak terletak pada kelimpahan harta benda duniawi karena banyak orang yang mempunyai sedikit kekayaan duniawi namun hidup dengan tenang. Hal ini berarti bahwa kekayaan secara materi tidak menjamin bahwa hidup seseorang akan menjadi aman dan tenang. Dengan demikian, pernyataan Yesus pada ayat ini (ay.15) menjelaskan suatu peringatan (Yesus memperingatkan orang itu), bahwa sesungguhnya ia adalah orang yang memiliki sifat tamak. Oleh karena itu, Yesus menegur dan memperingatkan orang itu, bahkan semua mereka yang ada di situ. Isi teguran dan peringatan Yesus ialah agar mereka berhati-hati terhadap sifat tamak karena hidup manusia tidaklah bersumber dari kekayaan secara materi, tetapi hidup adalah pemberian Allah, dan jaminan keamanan hidup tidak dapat diperoleh dari kekayaan materi. Untuk menjelaskan hal ini secara detail, Tuhan Yesus menggunakan sebuah perumpamaan tentang seorang kaya dalam ayat 16-19. Perumpamaan ini menjelaskan tentang seorang kaya yang memiliki tanah berlimpah-limpah dan setiap hari hartanya bertambah-tambah.

Maka, persoalan yang dihadapinya bukan bagaimana membagi/mempergunakan harta bendanya untuk kebaikan, tapi bagaimana mengumpulkan dan menyimpan harta-hartanya. Nampaknya, hidup orang kaya ini dilalui dengan pola seperti ini, mencari, mengumpulkan dan menyimpan yang berulang setiap harinya. Untuk itu, dalam perumpamaan ini, muncul problem untuk menyimpan harta bendanya  sebab tidak ada ruang lagi. Lalu, ia merombak gudang-gudangnya. Dengan cara demikian maka ia memaknai hidupnya ; ...jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun bertahun-tahun lamanya… (Ay19). Pola hidup yang dibangun demikian, menurutnya adalah sebuah cara yang paling tepat untuk memaknai hidup. Harta benda, menjadi tujuan hidup yang paling luhur dan akhir baginya, tidak ada cara lain. Baginya, harta benda sekali lagi adalah tujuan hidup. Ia hidup karena dan untuk kekayaan materinya, di mana ia hanya menikmati kekayaannya untuk diri sendiri. Ia tidak menyadari hidup adalah anugerah Allah dan kekayaan materi juga adalah pemberian dari Allah sendiri, yang mana ia juga harus menggunakan kekayaanya untuk membantu sesamanya. Pada ayat 20 sangat menarik melihat sebuah fakta yang terlupakan oleh orang kaya itu, yakni; kematian! Maka pertanyaan dalam ayat ini, bila dilihat dengan seksama akan menghancurkan dalil hidup atas ketamakan harta benda. Sebab, jika harta adalah segalanya untuk dinikmati, bagaimana jika maut menjemput?  Lalu siapa yang akan menikmatinya? Di ayat 21, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa demikianlah jadinya bagi orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jika ia tidak kaya di hadapan Tuhan. Perumpamaan ini tidak menyerang orang-orang kaya, atau sinis terhadap harta benda, tetapi kepada cara orang melihat harta benda itu. untuk itulah maka di ayat 21 ada penekanan, jika ia tidak kaya di dalam Tuhan! Jadi problemnya bukan di harta benda itu, tapi bagaimana kita menilai dan melihatnya.

C. Renungan

1.    Ketamakan adalah dosa tentang keinginan akan harta benda atau keinginan akan hak milik orang lain yang akan nyata dalan perilaku hidup manusia, yang mana orang yang tamak akan melupakan Allah, tidak puas dengan berkat dari Allah, mementingkan diri sendiri, mencintai kekayaan dan hidupnya hanya mau bersenang-senang tanpa peduli kepada sesamanya.

2.    Kekayaan memiliki ironi seperti menawarkan suatu kebahagiaan bagi manusia, sehingga manusia seringkali terkecoh olehnya dan terjatuh dalam dosa ketamakan. Namun, Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa kebahagiaan yang sejati tidak bisa didapat melalui kekayaan, melainkan hanya di dalam Allah saja.

3.    Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa kekayaan adalah milik Allah (bnd. Kej. 1:29), yang juga diberikan kepada manusia.  Namun, seringkali manusia salah memiliki persepsi tentang kekayaan dan juga menjadikan kekayaan sebagai yang terutama dalam hidup. Dalam Matius 6:33 menunjukkan bahwa Allahlah yang harus menjadi yang terutama dalam hidup, dan bukan kekayaan yan menggantikan posisi Allah sebagai yang terutama dalam hidup manusia.

4.    Perikop ini hendak menyegarkan ingatan/persfektif/pola hidup kita untuk melihat kembali hal-hal yang substansif dalam hidup ini. Di tengah gencarnya serangan globalisasi/kapitalisasi yang mengurung dan menyempitkan ruang gerak manusia, maka bahasa dan gayanya sangat materialistis. Media, pasar modern [mall, plaza, super market] mendorong gaya hidup yang sangat konsumtif. Untuk itu, melalui perikop ini kita diingatkan bahwa hidup ini bukan saja tentang harta-benda, pangkat-jabatan, pamor-popularitas. Hidup harus diperkaya akan kebajikan, keadilan, kepedulian, semangat berbagi dalam kasih dan inilah kekayaan di hadapan Tuhan Allah. Amin.

 

Nb : ditulis oleh Pdt. Benny Hutagalung, S.Th (Pdt. GKPI Res. Bahal Gajah)

 

 

 

 


Pdt. Erik Sunando Sirait
Pdt. Erik Sunando Sirait Anak Pertama dari 7 bersaudara, ibu yang melahirkan boru Simalango (Parna), Istri Lilis Suganda Lumban Gaol dan sudah dikaruniakan 3 Putri yang cantik Sheena Syelomitha Sirait Serefina Faith Sirait Shiloh Hope Sirait

Post a Comment for "Khotbah Lukas 12: 13-21 "Jauhilah Ketamakan" "