Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Panggilan Memelihara Alam (Khotbah Imamat 25: 1-13)

Khotbah Minggu 2 Setelah Trinitatis, 21 Juni 2020

25:1 TUHAN berfirman kepada Musa di gunung Sinai:
25:2 "Berbicaralah kepada orang Israel dan katakan kepada mereka: Apabila kamu telah masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepadamu, maka tanah itu harus mendapat perhentian sebagai sabat bagi TUHAN.
25:3 Enam tahun lamanya engkau harus menaburi ladangmu, dan enam tahun lamanya engkau harus merantingi kebun anggurmu dan mengumpulkan hasil tanah itu,
25:4 tetapi pada tahun yang ketujuh haruslah ada bagi tanah itu suatu sabat, masa perhentian penuh, suatu sabat bagi TUHAN. Ladangmu janganlah kautaburi dan kebun anggurmu janganlah kaurantingi.
25:5 Dan apa yang tumbuh sendiri dari penuaianmu itu, janganlah kautuai dan buah anggur dari pokok anggurmu yang tidak dirantingi, janganlah kaupetik. Tahun itu harus menjadi tahun perhentian penuh bagi tanah itu.
25:6 Hasil tanah selama sabat itu haruslah menjadi makanan bagimu, yakni bagimu sendiri, bagi budakmu laki-laki, bagi budakmu perempuan, bagi orang upahan dan bagi orang asing di antaramu, yang semuanya tinggal padamu.
25:7 Juga bagi ternakmu, dan bagi binatang liar yang ada di tanahmu, segala hasil tanah itu menjadi makanannya.
25:8 Selanjutnya engkau harus menghitung tujuh tahun sabat, yakni tujuh kali tujuh tahun; sehingga masa tujuh tahun sabat itu sama dengan empat puluh sembilan tahun.
25:9 Lalu engkau harus memperdengarkan bunyi sangkakala di mana-mana dalam bulan yang ketujuh pada tanggal sepuluh bulan itu; pada hari raya Pendamaian kamu harus memperdengarkan bunyi sangkakala itu di mana-mana di seluruh negerimu.
25:10 Kamu harus menguduskan tahun yang kelima puluh, dan memaklumkan kebebasan di negeri itu bagi segenap penduduknya. Itu harus menjadi tahun Yobel bagimu, dan kamu harus masing-masing pulang ke tanah miliknya dan kepada kaumnya.
25:11 Tahun yang kelima puluh itu harus menjadi tahun Yobel bagimu, jangan kamu menabur, dan apa yang tumbuh sendiri dalam tahun itu jangan kamu tuai, dan pokok anggur yang tidak dirantingi jangan kamu petik buahnya.
25:12 Karena tahun itu adalah tahun Yobel, haruslah itu kudus bagimu; hasil tahun itu yang hendak kamu makan harus diambil dari ladang.
25:13 Dalam tahun Yobel itu kamu harus masing-masing pulang ke tanah miliknya.

Pendahuluan

Nats ini hendak menjelaskan kepada kita mengenai “Sabat dan Yobel” yang memiliki tujuan yang sama sesuai dengan maknanya. Sabat (Ibr. Syabbat, dari akar kata syavat) yang artinya berhenti, melepaskan dan Tahun Yobel merupakan puncak tahun-tahun sabat yang dicapai pada setiap tahun ke 50. Inilah yubilium (Ibr. YovĂ©l) “tanduk domba” sebagai bahan pembuatan trompet/sangkakala. Maka setiap sangkakala diperdengarkan, maka saat itu pula sudah terjadi pembebasan, tidak ada lagi penindasan, penyiksaan dan pemacungan. Alkitab mengindahkan bahwa satu dari tujuh hari harus diindahkan sebagai hari suci bagi Allah, sebab Dia sendiri yang menetapkannya saat penciptaan. Oleh karena itu, Sabat adalah tata tertip penciptaan (Kej.20:8-11). Tahun Yobel adalah tahun pembebasan dimana segala hak milik dikembalikan kepada pemilik aslinya, hutang-hutang dinyatakan lunas, dan orang yang menjadi budak karena hutang turut dibebaskan. Unsur-unsur yang perlu diperhatikan bahwa manusia bukanlah satu-satunya pemilik tanah, dan ia tidak mempunyai hak milik untuk selama-lamanya.

Penjelasan Nats        

Tahun sabat ialah tahun ketujuh sejak bangsa Israel masuk kedalam tanah Kanaan. Ketika bangsa Israel masuk kedalam tanah kanaan, otomatis manna yang diberikan Tuhan selama mereka ada dipadang gurun berhenti diberikan (Yos 5:12). Lalu bangsa Israel harus mulai makan hasil dari tanah tersebut,  termasuk mulai menabur dan menanam benih, untuk selanjutnya dipanen dan menjadi bahan makanan bagi mereka. Akan tetapi, Tuhan memberikan perintah agar mereka menanam selama enam tahun lamanya, dan pada tahun yang ketujuh, mereka tidak boleh menanam (Ay. 1-4). Mereka hanya boleh makan apa yang menjadi hasil tanam pada tahun sabat tersebut, apa yang tumbuh di tanah itu harus menjadi makanan bagi bangsa Israel, termasuk ternak-ternak mereka (Ay. 5-7). Intinya tahun sabat menjadi tahun perhentian bagi tanah, sehingga tanah tersebut bisa beristrahat setelah bekerja selama enam tahun lamanya, dan nanti akan kembali siap untuk menghasilkan pada tahun kedelapan dan seterusnya selama enam tahun ke depan (Ay.4). Sabda Tuhan menginginkan agar manusia juga tidak semaunya saja atas tanah, dan ini merupakan wujud kepedulian manusia atas tanah.

Kemudian setelah tujuh kali sabat (7x7= 49 tahun), pada tahun yang ke-50, Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk merayakan tahun Yobel, dimana pada tahun yobel, bangsa Israel harus meniup sangkakala di seluruh negeri (Ay. 8-9). Tahun Yobel itu adalah tahun pembebasan (Ay. 10). Pada tahun yobel, bangsa Israel juga harus memperlakukan tanah seperti pada tahun sabat, yaitu tahun perhentian penuh bagi tanah dan mereka harus makan dari apa saja yang tumbuh di tanah mereka pada tahun itu (Ay. 12-13). Selain memperlakukan tanah seperti pada tahun sabat, pada tahun yobel bangsa Israel juga harus pulang kedaerah pusaka mereka masing-masing, ke tanah mereka masing-masing menurut kaumnya (Ay. 10 &13). Tuhan juga memberikan ketetapan bahwa ketika bangsa Israel menjual tanah, mereka harus memperhitungkan tahun yobel, karena pada tahun yobel, setiap orang harus kembali ke tanah mereka. Sehingga tanah yang dijual pada tahun ke-48 misalnya akan jauh lebih murah dibandingkan dengan tanah yang di jual pada tahun ke-2. Inti dari hukum terkait tahun yobel ini ialah bahwa tanah yang bangsa Israel itu sebenarnya adalah milik Tuhan dan bukan milik bangsa Israel, sehingga urusan mengenai tanah termasuk jual beli tanah dan sewa menyewa tanah, itu harus diatur dengan jelas oleh Tuhan.

Perintah ini menyatakan bagaimana umat Tuhan harus bersikap terhadap alam, tidak boleh diberlakukan sewenang-wenang dan diperas sampai batas terakhir kemampuannya, demi keuntungan manusia. walaupun Allah telah memberikan mandate kepada manusia untuk berkuasa atas bumi dan isinya sebagai wakil Allah, tetapi tanah tetap saja adalah milik Allah. Bagaimana umat memperlakukan tanah menunjukkan sikap umat terhadap Sang Pemilik tanah. Maka apabila umatnya merusak tanah, sesungguhnya umatnya juga telah merusak dirinya sendiri. Manusia hidup di dalam alam, apabila alam diperlakukan layaknya sebagai saudara maka alam pun akan bersahabat. Sebaliknya apabila manusia merusak alam, maka sesungguhnya alam akan menjadi musuh manusia. Untuk itu, mulailah dari diri sendiri dan likungan sekitar kita dalam memelihara alam dilingkungan kita.

Refleksi

Tema minggu ke 2 Set Trinitatis ini, “panggilan memelihara alam” lewat Sabat dan Tahun Yobel sebagai wujud kecintaan Allah atas ciptaanNya dan agar manusia juga melakukan ketetapan yang telah ditetapkan oleh Allah sendiri. Sangat perlu dipahami bahwa Tanah merupakan pemberian Allah kepada manusia, namun manusia mengeksploitasinya secara seenaknya saja tanpa peduli apapun yang terjadi. Penebagangan hutan tanpa melakukan reboisasi, mengakibatkan dampak yang fatal bagi manusia dan ekosistem yang ketergantungan hidup di hutan, terjadi pencemaran udara akibat pembakaran hutan, dan pembuangan limbah-limbah industri sehingga merusak tanah. Untuk itu, perlu bagi kita untuk menerapkan Sabat dan tahun Yobel yang pada dasarnya memberikan kebaikan bagi manusia itu sendiri.

 

Nb:
Penulis : Pdt. Jontra Martua Purba
Pdt. Erik Sunando Sirait
Pdt. Erik Sunando Sirait Anak Pertama dari 7 bersaudara, ibu yang melahirkan boru Simalango (Parna), Istri Lilis Suganda Lumban Gaol dan sudah dikaruniakan 3 Putri yang cantik Sheena Syelomitha Sirait Serefina Faith Sirait Shiloh Hope Sirait

Post a Comment for "Panggilan Memelihara Alam (Khotbah Imamat 25: 1-13)"