Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dogmatika Tentang Mariologi

 

MARIOLOLOGI

Istilah Mariologi adalah ajaran tentang Maria, dalam Gereja ajaran ini dapat bersifat dogma dan ajaran yang berisi kebenaran yang bukan dogma. Gereja Katolik mengenal empat dogma mariologis yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu dogma pertama yang pertama dalam sejarah mariologi, yaitu kebundaan illahinya, sedangkan dogma yang kedua adalah keperawanannya, kebebasannya dari dosa asal dan terangkatnya ke surga, disebut juga sabgai dogma yang baru karena baru diakui pada abad XIX dan XX. Selain itu, masih ada hal penting yang diajarkan Gereja mengenai Santa Perawan Maria, tetapi ajaran itu bukan dogma, misalnya kebebasannya dari dosa pribadi dan pengantaraannya. Mariologi ditempatkan setelah Kristologi dan Soteriologi karena Maria adalah orang pertama yang ditebus oleh Kristus. Marilogi juga ditempatkan sebelum Eklesiologi karena Zaman Patristika Maria dipandang sebagai typos Gereja.

A.    Benih Mariologi dalam Kitab Suci dan Pertumbuhannya pada Awal Tradisi

Peletakan dasar mariologi, pertama semuanya secara lisan kemudian melalui pembukuan dalam Injil, tersimpan mengenai Ibu Tuhan Yesus. Kedua, dalam periode itu pun Gereja perdana harus melindungi ajaran Kristiani baik dari sumber – sumber lain yang keruh maupun dari perselisihan doktriner. Perjanjian Baru hampir tidak mempunyai minat historis mengenai Maria, sedangkan minat teologis memang jelas, baik dalm hubungan dengan Kristus maupun relasi dengan Gereja.

1.      Paulus

Paulus menyarankan bahwa perempuan yang disebutnya merupakan bunda Allah, dogma yang mendasari segala ajaran tentang Maria, tetapi ternyata Paulus tidak mau menambahkan apa – apa tentang cara penjelmaan menjadi manusia. Inkarnasi Sang Penebuslah yang ingin ditekankan Paulus, jadi tiada alasan baginya untuk juga menyebutkan kelahiran Yesus dari perawan.

2.      Markus

Hanya dua kali saja Maria disebut dalam Markus dam itu pun hanya sambil lalu, yaitu pertama ketika Yesus mengambil jarak ikatan keluarga dan menekankan pemenuhan kehendak Allah. Kedua, bersama dengan ibunya disebutkan juga saudara – saudaranya. Markus tidak berusaha sedikit pun untuk membuat nama Maria lebih harum. Oleh karena itu, harus diamati pula bahwa ia juga tidak membuat satu catatan negatif pun tentang Ibu Tuhan sehingga yang dapat ditimbang dari Injil ini yang berhubungan dengan Maria hanyalah bersifat dugaan dari pada kesimpulan yang pasti.

3.      Matius

Injil yang amat dengan jelas mengatakan diperanakkannya Yesus tanpa seorang bapak insani. Matius juga menunjukkan pertautan antara anak Allah dengan kelahiran dari perawan walaupun dewasa ini ditekankan hanya demi kepentingan Kristologi, pertautan itu tidak mutlak. Adegan tentang Yesus dan sanak saudaranya dalam Mat. 12: 46 – 50, dengan jelas diperlunak bila dibandingkan dalam Markus. Matius ingin menunjukkan bahwa hal mengandung secara perawan dan kebundaan illahi Maria merupakan dua butir yang patut dipercayai.

4.      Lukas

Teks mariologis terpenting dalam Lukas harusnya adalah adegan kabar sukacita (Luk. 1: 26-38) yang dilanjutkan dengan kunjungan Maria kepada Elisabeth serta kidung Maria (Luk. 1: 39-56). Lukas pun menbuat Yesus mengambil jarak dengan keluarganya (Luk. 8: 21) dan pujian spontan bagi ibu-Nya oleh seorang perempuan dari antara orang banyak. Lukas juga ingin menjadikan Maria sebagai suri teladan dengan menggambarkan Marias sebagai orang yang suka menolong sanak saudaranya yang sedang mengandung, hamba yang penuh syukur memuji Allah, seseorang yang menyadari keterpilihannya, orang miskin yang tidak menuntut apa – apa dan tahu menyesuaikan diri dengan keputusan Allah.

5.      Yohanes

Hanya memuat dua perikop yang memperlihatkan bahwa ibu Yesus memegang peranan. Kedua perikop itu adalah pesta perkawinan di Kana dan adegan dibawah salib. Dilain pihak, teks – teks dalm tulisan Yohanes yang ada kaitannya dengan pribadi dan fungsi Ibu Tuhan tetapi oleh pengarang sendiri tidak disarankan, dan yang baru dapat ditangkap bila disinari oleh terang ajaran yang telah matang tentang Kristus dan Maria, tak dapat dikemukakan sebagai teks Alkitabiah yang mendasar tentang Maria.

6.      Pertautan Mariologi dengan Kristologi dalam Perjanjian Baru

Butuh waktu tiga abad sebelum hasil proses pematangan Kristologi Perjanjian Baru dijamin secara teologis, tetapi baik fungsi mariologis dari Kristologi maupun fungsi kristologi dari Mariologi yang sedang bertunas itu bsudah berperan dalam sejarah dogma jauh sebelumnya. Ibu dan Anak bersatu padu satu sama lain  secara tak terpisahkan. Tanah yang subur bagi pertumbuhan Mariologi adalah Kristologi dari atas, dalam fase perkembangan mana pun ia disajikan oleh pengarang Injil kecuali Markus.

7.      Citra Maria dalam Kitab Apokrif

Dalam kitab apokrif, baik iman akan kebundaan illahi Maria maupun iman akan keperawanannya tetap mendapat dukungan. Bahkan dikemudian hari dalam kakender liturgi Bizantin diteruskan sebagai bacaan pada pesta – pesta Bunda Maria.

 

B.     Saksi – Saksi Mariologis yang Pertama dalam Tradisi

  1. Ignasius dari Antiokhia ( sekitar tahun 110)

Karya Ignasius memberi kesaksian tentang pengintegrasian unsur – unsur ajaran mariologis ke dalam khazanah iman Gereja dan tentang peneguhan teks – teks Alkitabiah utama dari kisah kanak – kanak Yesus. Dalam sebuah suratnya Ignasius mengatakan bahwa “Tetap tersembunyi bagi penguasa dunia bahwa Maria itu perawan, maupun bahwa ia telah melahirkan, maupun juga bahwa Tuhan telah wafat, tiga rahasia yang berseru dengam nyaring namun dilaksanakan dalam keheningan Allah”. Kelahiran dari perawan dipandang bersama dengan wafat Tuhan, karena dengan demikian secara sadar ibu Tuhan dilibatkan dalam peristiwa penyelamatan. Kelahiran dari perawan adalah tanda keselamatan yang sejati bagi iman kepercayaan akan Kristus.

 

  1. Yustinus Martir ( Sekitar tahun 165)

Mempertahankan pandangan Kristiani sambl menegaskan bahwa selain Kristus kami ini tak pernah seorang pun dilahirkan dari perawan. Sumbangan kedua dari Yustinus kepada Mariologi mendatang yaitu melengkapi paralel yang dibuat oleh Rasul Paulus antara Adam dengan Kristus, adalah membuat kesejajaran Hawa – Maria. Selanjutnya yang juga berasal dari Yustinus ialah pembeberan lebih lanjut dari citra etis Maria yang sketsanya telah dibuat Lukas, yang kemudian memunculkan suatu teologi citra.

  1. Ireneus Lyon ( sekitar tahun 202)

Gagasan tentang penyatuan kembali bangsa – bangsa manusia dibawah satu Kepala berkat tindakan Kristus yang menyelamatkan dan kesejajaran Hawa dan Maria. Bagi Ireneus belum ada bahaya bahwa sosok Maria, dengan telalu diberdikarikan akan menyaingi kedudukan Kristus sebagai satu – satunya penyelamat. Ireneus menekankan peranan Maria justru karena ia bermaksud menunjukkan realitas penjelmaan serta tindakan penebusan maupun kesempatan bagi manusia untuk ikut serta dalam peristiwa penyelamatan.

 

C.    Perkembangan Mariologi dalam Sejarah Gereja

  1. Maria, Perawa dan Bunda

Pernyataan teologis yang paling fundamental adalah Perawan Maria itu Bunda Allah diresmikan oleh Konsili Efesus pada tahun 431. Konsili Efesus menggunakannya sebagai tanda Kristologi yang ortodoks, melawan bahaya Nestotrianisme yang condong membagikan pribadi Yesus menjadi dua. Gelar Maria mengungkapkan kesatuan personal Yesus Kristus sekaligus ingin menyatakan dengannya baik kemanusiaan yang sungguh – sungguh (melawan Gnosis) dan ketuhanan-Nya yang sungguh – sungguh (melawan Yudaisme).

  1. Kesucian Maria yang Sempurna

Sejak abad III keyakinan akan kesucian Maria maju terus walaupun sampai abad V terdapat bapa – bapa yang mempunyai pernyataan tentang Maria yang negatif. Gagasan lain yang juga ikut mempengaruhi kesadaran akan kesucian Maria adalah penyamaan tugasa Maria dengan tugas Gereja dalam sejarah keselamatan.

  1. Peranan Maria dalam Karya Penyelamatan: Maria dan Gereja.

Dalam pandangan para bapa keikutsertaan Maria dalam karya penebusan berkisar pada tugasnya sebagai Ibu Yesus. Maka, sejak Abad Pertengahan, khususnya Petrus Damiani, berdirinya Maria di kaki salib ke muka sebagai pusat renungan teologis. Tugasnya dianggap berlangsung terus dalam waktu sehingga abad IX ia mulai disebut pengantara, ibu penebus dan juga penebus yang pada abad XV diubah menjadi wakil penebus.

 

D.    Refleksi Sistematis oleh Teologi Masa Kini

  1. Soal – Soal Mariologi yang Mendasar

Tempat Mariologi dalam keseluruhan Teologi Dogma menjadi dipertanyakan kembali, dimanakah posisi Mariologi yang tepat dalam keseluruhan Teologi Dogma. Historitas pernyataan – pernyataan tentang Mariologis juga dipertanyakan, dan jalan keluar hanya terdapat dalam memperhatikan struktur empiris – transendental yang terdapat pada pernyataan mengenai awal dan akhir hidup Yesus di bumi ini. Pemahaman Simbol dalam Mariologi, Ibu Yesus hanya dapat diungkapkan secara penuh dalam bahasa madah dan pujian. Untuk itu kita memerlukan lambang atau simbol – simbol.

  1. Dogma – Dogma Mariolgis

Pernyataan bahwa Maria Bunda Allah merupakan dasar yang melegimasi seluruh ajaran tentang Maria. Namun demikian, baik dari sudut isi maupun dari sudut sejarah, pernyataan ini pertama – tama dimaksudkan untuk menjamin bahwa Yesus Kristus itu sehakikat dengan Allah dan dengan manusia. Keperawanan Maria, menjadi simbol suatu sikap yang menjaga sampai akhirnya dipenuhi, dalam hal ini Maria bukan oleh seorang Manusia melainkan oleh Allah sendiri. Kesucian Maria yang sempurna, ketidakberdosannya, Maria telah menjaga diriny seutuhnya bagi Allah, dan sebagai Ibu ia telah memberikan dirinya sepenuhya kepada-Nya. Oleh karena itu, ia telah mempersatukan dirinya dengan seerat mungkin sehingga kekudusannya tak dapat dipikirkan lebih besar lagi. Dogma dikandungnya Maria tanpa dosa, dogma ini pun akhirnya berdasarkan keterpilihan Maria menjadi Ibu Yesus, rahmat pilihan ini membawa serta penyerahan diri Maria kepada Allah yang begitu intensif sehingga ia dihindarkan dari dosa asal. Diangkatnya Maria ke surga dengan jiwa raganya, dimaksudkan banwa Maria dimuliakan dalam dan pada Allah. Maria, yaitu kesetiaan Allah tidak melepaskan manusia, yang dalam iman kepercayaan terarah seluruhnya kepada-Nya. Citra Maria yang kita peroleh dari Alkitab menunjukkan bahwa Maria bersatu serat – eratnya dengan Tuhan  yang telah bangkit. Dogma ini merupakan penjelasan terakhir mengenai amanat pembenaran hanya karena iman (sola fide), sejauh iman diartikan sebagai tanggapan positif dari manusia terhadap tawaran rahmat Allah. Kepada iman yamh sempurna dianugerahkan keselamatan yang sempurna.

  1. Pernyataan Lain tentang Maria dari Pihak Magisterium

Ø  Keikutsertaan Maria dalam Karya Penebusan

Maria telah memasuki peristiwa penyelamatan melalui imannya. Anak Allah sebagai Juru Selamat diterimanya terlebih dahulu dalam hatinya, kemudian dalam rahimnya. Peran serta Maria dalam karya keselamatan memang didasarkan pada kenyataan bahwa ia melahirkan Juru Selamat yang historis dan dalam kasih serta kepercayaannya menemani karya-Nya sampai wafat-Nya di kayu salib.

Ø  Kepengantaraan Maria

Kepengantaraan Maria harus dimengerti pada taraf semua orang yang memerlukan keselamatan, termasuk Maria sendiri dan bukan pada taraf satu – satunya Juru Selamat yang membawa keselamatan. Akan tetapi kehidupan Maria di surga ditandai oleh penyerahannya kepada Kristus dan oleh keprihatinannya akan para saudara dan saudari Anaknya   yang sedang berziarah ke rumah Bapa. Oleh karena itu hidup surgawi Maria pada hakikatnya bercorak pengantara dalam arti bahwa Maria di surga mendoakan kita yang di bumi.

Ø  Maria Dan Gereja

Bial Gereja dipahami sebagai persekutuan yang diperuntukkan bagi setiap orang perseorangan, Maria merupakan Bunda Gereja sejauh ia melahirkan Kepala yang menentukan adanya serta hidupnya persekutuan ini, dan juga sejauh ia, dengan kepengataraannya berupa doa yang menemani kehidupan persekutuan. Bila Gereja dipahami sebagai kejamakan orang – orang  beriman perseorangan yang diatur secara hirearkis, ia merupakan Bunda Gereja yang lebih diligat dari sudut individual.

  1. Maria dan Mariologi dalam Perspektif Teologi Feminim

Dipandang dari sudut pandang Teologi Feminis, Catharina J.M. Halkes  mencatata bahwa pandangan ini ditandai oleh ketegangan antara reaksi Mariologi masa lampau dengan Mariologi masa kini, dengan adanya usaha – usaha untuk memperbaharui Mariologi.

  1. Soal – Soal berhubungan dengan Gambaran menegenai Maria

Ø  Maria sebagai Hawa yang Baru

Halkes menjelaskan bahwa metafor ini merugikan karena dua alasan, yaitu dari sisi yang satu, Hawa digambarkan sebagai tipe seseorang penggoda (wanita yang menjadi penentu nasib malamg seorang lelaki) yang membujuk kaum pria untuk berdosa, dari sisi yang lain, Maria menjadi kutubnya yang berlawanan, wanita sempurna yang diidealkan. Kedua kutub ini selalu saling dipertentangkan sambil mengorbankan kepentingan kaum perempuan. Dan soal lain yang berhubungan dengan Maria misalnya adalah Maria sebagai perawan dan Bunda Allah, Maria hanya sebagai cadangan bagi yang feminis.

Ø  Penolakan Teolgi Feminis terhadap Gambaran ini

Dari sudut pandang Antropologi, Halkes berpendapat bahwa dari sudut pandang antropologi Maria bukanlah model inspirasi bagi kaum wanita. Dalam hubungan tersebut Maria mewakili umat manusia sebagai partner feminim yang secara manusiawi merupakan bawahan dan yang harus tetap tinggal dalam bayangan cahaya yang adalah Kristus sendiri.

Maria dan Gereja, Halkes menekankan bahwa dalam tipologi ini Gereja yang diidentifikasi sebagai feminim ditempatkan dibawah dari apapun juga merupakan lambang maskulin yang memimpin. Atau dengan kata lain yang maskulin merupakan prinsip yang berinisiatif dan memimpin, sedangkan yang feminim itu menuruti  prinsip ini.

Maria sebagai Citra Asali, prinsip   feminim itu memang boleh menggambarkan manusia penerima rahnat illahi tetapi tidak pernah boleh menggambarkan salah satu segi dari yang illahi itu sendiri.

 

Pdt. Erik Sunando Sirait
Pdt. Erik Sunando Sirait Anak Pertama dari 7 bersaudara, ibu yang melahirkan boru Simalango (Parna), Istri Lilis Suganda Lumban Gaol dan sudah dikaruniakan 3 Putri yang cantik Sheena Syelomitha Sirait Serefina Faith Sirait Shiloh Hope Sirait

Post a Comment for "Dogmatika Tentang Mariologi"