Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hermeneutik Perjanjian Lama

 PERJANJIAN LAMA

Pembimbing ke dalam Metode dan cara menyusun karangan tafsir Perjanjian Lama

            Perjanjian Lama maupun Perjanjian Bau meminta suatu penelitian yang secara khusus untuk dapat mendekati pengertian yang benar dan yang baik, yaitu mengenai Allah yang berfirman dan bertindak pada masa lampau, dari masa perjanjian sampai pada masa penggenapannya. PL dinilai sebagai Alkitab Jemaat Purbakala. Dari Sejarah Gereja sendiri kita melihat bahwa Gereja pernah menolak PL pada abad ke 2 SZB.

            Pada awalnya tanggapan dan penelitian terhadap PL dinilai sebagai suatu “yang tidak bersejarah” atau sesuatu “yang tidak kritis terhadap pemahaman waktu”. Dengan adanya pandangan seperti ini maka dimulailah suatu tahap baru, yakni tugas tafsiran yang berdasarkan “historis - kritis” sebagai salah satu usaha untuk mendekati pengertian PL yaitu dengan melihat kepada sistem – sistem (pendekatan antropologi, religio – histories, kesusasteraan, sosiologi, arkeologi dan teologi).

            Apabila kita memandang PL sebagai saksi “Firman dan Tindakan Allah”, maka sifat – sifat manusia yang ada disekitar masa penulisan PL dapat kita pelajari kaidah dan tujuannya. Kaidah itu harus berpedoman supaya tetap sesuai dengan Alkitab, yaitu Alkitab sebagai pokok untuk ukuran – ukuran mengerjakan ilmu tafsir.

            Hubungan penafsir dalam meneliti nats tidak hanya dengan pengarang – pengarang kitabnya tetapi lebih dari “hubungan kehidupan” antara manusia sekarang dengan manusia pada zaman penulisan Alkitab. Sejarah Israel Purbakala sendiri bukanlah sejarah yang berdiri sendiri dalam Alkitab seluruhnya, tetapi sebagai alat dari sejarah perjanjian dimana Allah mengarahkan dan memusatkannya dalam Yesus Kristus.

            Apabila Alkitab pernah dianggap sebagai satu – satunya yang bersifat sebagai “Firman Allah” maka melaui penemuan – penemuan ilmu bangsa – bangsa, kebudayaan, agama - agama, serta perkembangan ilmu bahasa serta arkeologi zaman purbakala tanggapan tentang Alkitab akan berubah menjadi “Firman Manusia”.

            Nats Alkitab yang ada saat ini telah mengalami proses yang panjang sekali dimana diawali dari bentuk lisan dan tulisan dari suatu angkatan kepada angkatan berikutnya yang berupa tulisan tangan. Dalam perkembangannya tulisan – tulisan tersebut sering mengalami perubahan yang terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja.

            Tujuan kita dalam menafsir ialah bukan untuk mengubah nats – nats yang ada, bukan pula untuk merombak, sehingga menyusun suatu konstriksi yang baru, tetapi tujuan kita ialah untuk mendekati kedudukan nats dengan benar serta menerangkannya dengan baik. Fungi metode ini hanya sebagai “alat” untuk membuka aspek – aspek yang kurang jelas di sekitar nats, serta menguji pandangan – pandangan dalam sesuatu ajaran yang menyangkut iman Gereja, baik dalam pemberitaanya maupun pengajarannya.

Analisis Nats PL

            Teks Kanon yang sampai ke tangan kita dewasa ini adalah teks Masora yang diberi tanda “M”, yang dipakai secara tradisi. Kata Masora ini berasal dari Bahasa Aram yaitu “Mesar” yang berarti mentradisikan Masora. Pengikut – pengikut yang ahli  dalam menulis tulisan – tulisan tua tersebut dinamai soferim yang memelihara teks – teks tersebut dan kemudian mengembangkannya.

            Tradisi teks telah terpelihara sejak beratus – ratus tahun sebelumnya dan dipelihara dengan cermat, hal itu dapat kita lihat dari tulisan Aristea dan juga oleh tulisan Josephus tentang Kontra Apionem kemudian juga dalam gulungan – gulungan Qumran. Teks – teks tersebut juga dipelihara dalam papyrus “Nash”. Ada pula varian – varian seperti Codex Seperus, Fragmen Genisha Cairo, Samaritanus,Peshitta dan LXX yang menunjuk tentang adanya suatu “Vorlage” atau pola dasar Ibrani yang kadang kala dapat berbeda dari Teks Masora.

            Dengan ditemukannya naskah di Gurun Pasir Yuda yang lebih dikenal dengan Nats Qumran telah membuka suatu rahasia tentang usia nats Alkitab yang lebih tua sebanyak 1000 tahun. Nats – nats yang ditemukan berupa lempengan – lempengan walaupun tidak lengkap. Adanya hubungan antara naskah Qumran dengan Samaritanus, yang bentuk teksnya kita temukan sampai abad pertengahan SZB. Itu sebabnya kita menemukan 3 jenis teks Alkitab Ibrani yaitu Masora, Vorlage LXX dan Samaritanus.

            Bentuk Masora terjadi pada tahun 100 M. keutuhan teks itu mencakup Tora samapi pada bagian atau unsur yang terkecil, dimana nats tersebut dapat dipercayai sebagai dasar untuk iman dan perbuatan. Rabi Akiba (tahun 135 ZB) adalah orang pertama yang melakukan penafsiran Alkitab mencoba menilai setiap kata dan kemudian menjamin keberadaan teks sampai kepada huruf – huruf terkecil.

            Teks yang muncul pada abad kedua dan ketiga Masehi tentang terjemahan Aquila, Theodocion dan Symmachus juga menguatkan kedudukan teks di kemudian hari. Menurut Lagarde bahwa tahun 130 ZB, Codex PL sebagai tipe awal telah terjadi dan sejak itu memiliki kekhususan nats itu sendiri.

Penyampaian teks yang pada awalnya melalui cara lisan atau tradisi oral. Kemudian dimulailah Masora yang ditulis mengikuti tradisi dengan memperhatikan ayat – ayat dan baris – baris catatannya, baik catatan diatas dan di bawah maupun tulisan – tulisan mandiri. Disamping pemindahan dari bentuk lisan ke bentuk tulisan ada pula ciri – ciri khusus nats supaya isi atau inti dalam pencatatan itu diperhatikan. Dalam buku Biblia Hebraica Kittel (BHK) yang dimulai tahun 1929 dan dicetak tahun 1937 ditulis oleh Aron ben Moshe ben Asher sebagai Masora. BHK ini memberi pemahaman kepada pembaca tentang jenis ajoran Masora dan edisi tersebut memaparkan tanda – tanda dari istilah Masora.

Dalam kita melakukan tafsiran kita harus menggunakan nats Alkitab yang asli dari sumbernya. Naskah yang dapat dipercaya harus diterjemahkan, sedang yang kurang jelas karena beberapa hal harus dilakukan kritik nats. Pada tahun 1967 / 1977 diterbitkan Kitab PL disebut Biblia Hebraica Stuttgartensia (BHS) yang diedit oleh K. Ellinger dan W. Rudolph.

1.                  Tujuan

Menurut Hans Walter Wolf tugas dari kritik teks dituntut untuk menjangkau teks asli yang dapat dipercayai dengan menggunakan metode – metode tertentu. Tujuan dari teks kritik adalah mengadakan rekonstruksi teks yang terjadi pada masa penulisan teks, yang diterima sebagai kitab sebelum masa pengkanonan Alkitab. Peneliti kritik teks juga mempelajari dan mampu untuk menganal kesalahan – kesalahan untuk dibenarkannya, bagaimana ia melengkapi, menyisipkan, memelihara sampai kepada tulisan – tulisan yang kurang atau pun yang berlebihan.

Kita juga harus mampu membedakan kritik teks dengan kritik sastra. Tugas dari Kritik teks ialah untuk memahami setiap kata dari proses pembentukan kitab, sedangka Krtik Sastra ialah meneliti sejarah sebelum sejarah awal dari sastranya (Vorgeschichte). Usaha dari krtik sastralah yang menemukan perbedaan – perbedaan dalam teks, termasuk juga sejarah peredaksian yang timbul kemudian dan menjadi tugas kritik literer. Hasil dan peranan Kritik Sastra lebih luas daripada hasil dari kritik teks. Kritik teks mempertanyakan utuhnya naskha dari suatu buku yang digubah sampai pada bagian akhir dan ia harus memperhatikan secara mendasar tradisi – tradisi yang beragam dari teks awal yang sama kedudukannya.

Menurut Wolff, ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tafsiran, yaitu :

    1. Kesalahan penulisan
    2. Dogmatis
    3. Kesulitan bahasa
    4. Kebutuhan gambaran ahli bahasa
  1. Kemungkinan Kritik Teks / Nats

Manuskrip tertua ditemukan di Perpustakaan Leningrad tahun 1008 M diberi tanda B 19 A (L)vyang menjadi titik berangkat dalam melakukan penafsiran. Perbedaan waktu dari penafsiran antara BHK dean BHS yang dikutip dari L yaitu selama 15 Abad, menyebabkan tugas sebagai penafsir semakin berat.

Model codex yang lain yaitu codex Aleppo (A) pada awal abad ke 10. Alkitab BHS berdasarkan L, maka Alkitab bahasa Ibrani dari Universitas Ibrani di Yerusalem mendasari naskah codex A. BAik codex L atau A merupakan hasil dari karya sarjana Ibrani yang dengan penuh ketelitian, bergumul menelit nats – nats yang dikenal dengan teks Masora. Menurut Van der Kooji, teks Masora itu merupakan hasil dari karya ahli – ahli kitab yang terbagi atas 5 bagian, yaitu :

    1. Pembagian paragraph / perikop disebut dalam bahasa Ibrani parasa yang dalam BHS diberi tanda “p” (dalam bahasa Ibrani petucha yang berarti dibuka / dimulai)dan “s” (dalam bahasa Ibrani setuma yang berarti ditutup / diakhiri) diantara bagian – bagian teks.
    2. Vokalisasi teks adalah untuk memudahkan pembaca dalam membaca teks dengan benar.
    3. Sistem tekanan bunyi / aksen bertujuan supaya pembaca dapat menyajikan makna dalam sintaksis suatu nats dengan pembagian ayat – ayat yang besar sampai dengan ayat – ayat yang kecil, dapat juga dimanfaatkan dalam liturgy di sinagoge sebagai pidato.
    4. Catatan- catatan Masora sebagai disamping tubuh teks dalam setiap halaman baik disamping, di atas atau pun di bawah disebut Masora Parva. Sedangkan catatan yang ditulis di dalam kolom teks isebut Masora Magna.
    5. Koreksi yang cermat dari seluruh teks menyangkut vokalisasi, aksen dan catatan – catatan Masora.

Kritik Sastra juga memperhatikan metrik – metrik dari setiap suku – suku kata terlebih – lebih kepada kata yang tidak utuh dalam kalimat. Dia juga dapat mengusulkan perbaikan walaupun harus disalin dengan situasi yang sulit. Metode lain yang digunakan dalam kritik teks ialah melalui vokalisasi dan konsonan. HBS mencoba mencari kata yang benar dengan bantuan varian – varian lainnya, termasuk Vulgata walaupun LXX tidak begitu jelas susunan kalimatnya namun mudah dipahami. Ketentuan hasil dari kritik teks jatuh kepada gaya bahasa teks. Tugas dari peneliti bukan hanya pada teks saja tapi pada arti teologi juga.

a.       Tugas Kritik Nats

Penafsir harus menentukan naskah asli dari tradisi nats Ibrani dengan melakukan penelitian yang kritis. Dalam melakukan krtik teks saat penafsir bertemu dengan nats yang rusak atau kurang jelas maka ia harus memperbaikinya dengan benar dan kemudian mencari penyebabnya mengapa hal itu sampai terjadi.

b.      Langkah – langkah melaksanakan Kritik nats

Dalam melakukan krtik teks dibutuhkan 3 langkah yaitu :

·                     Mengumpulkan nats yang menyimpang serta menelitinya.

·                     Menguji nats yang telah diganti dalam hubungannya dengan yang utuh dalam keseluruhannya. Dalam melakukan pengujian terhadap hasil tafsiran ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, yaitu :

Ø  Menguji nats menurut bentuk bahsanya

Ø  Menguji nats menurut isinya

·                     Mengambil keputusan adalah usaha yang terakhir dari melakukan kritik teks

Dalam melaksanakan penafsiran adalah betapa pentingnya kita mempelajari teks Masora, bukan saja hanya karena ada keslahan yang tidak disengaja, tetapi kita juga perlu untuk memperbaiki pemahaman kita baik dari teks maupun catatan – catatan pinggiran yang ditulis oleh para ahli.

Kita beruntung karena dapat membaca BHK atau BHS karena dalam teks apparat banyak saksi – saksi nats yang berbentuk tulisan yang berbeda ataupun ada kesamaan dengan teks yang sejati.

Tentunya dalam melakukan penafsiran kita harus memperhatikan hokum yang berarti atau yang mempunyai kualitas yang benar tentang manuskrip- manuskrip yang kita kenal. Nats – nats yang pendek biasanya lebih asli daripada kalimat – kalimat yang lengkap.

c.       Contoh tentang kritik nats

Dalam nats Kej 18 : 22b tertulis : “tetapi Abraham masih tetap berdiri di hadapan Yahwe”. Dalam Kitab Masora sendiri telah ada usul untuk perbaikan baik yang menyangkut teks ataupun bahasa yang menyangkut isi dogmatisnya. Tradisi bacaan yang diteruskan menurut aslinya tidak dapat diterima karena kata “berdiri di hadapan” selalu berarti “melayani”. Hubungan ayat per ayat pun mengalami gangguan maknanya baik dengan ayat sebelumnya maupun ayat sesudahnya. Nats bacaan asli adalah nats yang belum diperbaiki.

  1. Kemungkinan adanya Kesalahan melaksanakan kritik nats

Adanya kesalahan untuk membuat penafsiran pada langkah kritik teks disebabkan bentuk tulisan huruf – huruf dalam bahasa Ibrani sangat dekat satu sama lain. Bentuk tulisan yang sama seringkali membuat bingung para ahli / penafsir untuk memilih mana naskah yang lebih tua / sejati.

P. Kyle McCarter telah menguraikan dan memperbandingkan teks kritis dari BHS, dengan alasan :

·                     Memakai nats dapat menimbulkan kesalahan dari nats / naskah yang tertulis pada manuskrip sehingga meredaksinya bisa terjadi kesalahan

Teks kritik dapat diterima sebagai yang asli

Pdt. Erik Sunando Sirait
Pdt. Erik Sunando Sirait Anak Pertama dari 7 bersaudara, ibu yang melahirkan boru Simalango (Parna), Istri Lilis Suganda Lumban Gaol dan sudah dikaruniakan 3 Putri yang cantik Sheena Syelomitha Sirait Serefina Faith Sirait Shiloh Hope Sirait

Post a Comment for "Hermeneutik Perjanjian Lama"