PERANAN PENATUA MEMBANGUN SPIRITUALITAS JEMAAT
1. Pendahuluan
Penatua GKPI, menurut data – sesuai
Almanak GKPI 2017 – berjumlah 7.419 orang di seluruh Indonesia. Merupakan
jumlah tenaga pelayan yang cukup besar dan dapat diandalkan karena Penatua memegang peranan penting di Gereja, baik sebagai pelayan
kerohanian dan sebagai Majelis yang mengelola manajemen gereja yang
dilayaninya. Bila Penatua mendapat pembinaan yang berkelanjutan dan
diberdayakan niscaya nama Tuhan dipermuliakan
dan GKPI akan mendapat tuian besar.
Kita merindukan pertumbuhan jemaat
GKPI, baik kualitatif dan kuantitatif.
Tugas itu merupakan tanggungjawab semua pelayan dan anggota, Akan
tetapi, Penatua sebagai komponen pelayan
yang cukup besar di setiap jemaat, maka sebagai pelayan rohani mereka perlu
diperlengkapi dengan hal-hal yang berhubungan dengan tugas dan panggilannya
sehingga mereka dimampukan menggerakkan, memfasilitasi, dan
menginspirasi setiap anggota yang dilayaninya mengalami perjumpaan dengan
Allah. Penatua memenangkan jiwa-jiwa kepada Yesus Kristus, menerima keselamatan
daripada-Nya dan mengalami hubungan yang intim dengan Yesus Kristus dalam
kehidupannya.
Tujuan itulah yang hendak dicapai melalui pembinaan yaitu untuk membangkitkan semangat spiritual Penatua melaksanakan tugas-tugasnya semaksimal mungkin. Kiranya Tuhan memberkati!
2.
Panggilan Penatua
Penatua dalam
Alkitab disebut presbyteros yang
berarti ‘pelayan’ dan episkopos
‘penilik’ jemaat.Mereka yang diangkat menjadi presbyteros atau episkopos
adalah orang-orang yang lebih tua atau orang yang dituakan atau yang dipandang
tua karena sifat-sifatnya yang bijak. Andar Ismael menjelaskan lebih lanjut
bahwa Penatua adalah seorang yang panjang pikiran, panjang wibawa, panjang
sabar, panjang akal, berjiwa pemimpin yang bijak, matang dalam kepribadiannya,
pokoknya berperilaku sebagai orang yang patut dituakan (Andar Ismail, Selamat Melayani Tuhan). Konsep yang demikian ini sudah berlaku dari sejak gereja mula-mula,
dan itu berhubungan dengan tugasnya sebagai episkopos. Rasul Paulus menegaskan itu kepada Timotius,
bahwa seorang episkopos ‘penilik’
jemaat “…tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana,
sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, bukan
pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang, seorang kepala keluarga
yang baik, disegani, dihormati oleh anak-anaknya, … jangan seorang yang baru
bertobat, memiliki nama baik di luar jemaat” (1 Tim. 3:2-4, 6-7).
Persyaratan
untuk memangku jabatan presbyteros
atau episkopos memang cukup berat,
hampir tidak ada orang yang seratus persen memenuhinya, akan tetapi persyaratan
itu tidak kita abaikan begitu saja. Namun, walau persyaratannya berat, jangan
kita katakan “saya tidak sanggup”. Sebab kata Abineno, dalam bukunya: Penatua-Jabatan dan Pekerjaannya, bahwa
jabatan gerejawi “tidak berdasar atas kebaikan atau prestasi dari mereka yang
memangkunya”. Panggilan dan jabatan itu adalah anugerah Tuhan.Ibarat sebuah
alat mungkin kita merasa kurang kualifikasi, tetapi jika Tuhan mau memakai kita
sebagai alat-Nya, maka kita menjadi alat yang berguna dalam tangan-Nya.
Kelayakan kita bukan juga diukur dari banyaknya yang kita lakukan melainkan tergantung kepada kesetiaan kita melakukan panggilan itu. Calvin berkata: “Yang penting bukanlah apa yang kita kerjakan dengan kekuatan kita, melainkan apa yang dikerjakan Allah melalui kita.”
2.1.
Tugas Penatua
Tidak semua orang
dipercayakan Tuhan sebagai Penatua.Setiap Penatua diteguhkan, diurapi dan
didoakan oleh jemaat untuk suatu kepemimpinan rohani/spiritual sebagai gembala
jemaat untuk membangun jemaat.Dalam Kisah Para Rasul 20 kita membaca bahwa
Paulus mengirim pesan kepada ‘para penatua jemaat’ (ay. 17).Belakangan Paulus
memerintah mereka, “Jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah
yang ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah’
(ay. 28). Nas ini menyingkap tiga tugas Penatua, yaitu presbyteros, episkopos, dan poimen
semuanya digunakan untuk menunjuk kelompok pemimpin yang sama dari gereja
Efesus. Demikian juga dalam Titus 1:5-7,
para pemimpin gereja disebut baik penatua (presbyteros)
dan penilik (episkopos). Dan dalam 1
Petrus 5:1-2 penatua (presbyteros)
diperintahkan menjadi gembala (poimen).
(Ronald W. Leigh, Melayani dengan
Efektif, 217-218).
Dengan
memperhatikan nas-nas tersebut di atas, pada
Gereja mula-mula, terdapat tiga
tugas utama Penatua, sebagai berikut:
Ø Tugas pertama dari Penatua
adalah memelihara atau menggembalakan jemaat. Kepada para penatua di
jemaat Efesus, Paulus berkata, “…jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang
ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah….” (Kis.
20:28). Kata penilik di sini adalah
terjemahan dari episkopos yang kata
kerjanya berarti mempedulikan, mengindahkan atau memelihara sama seperti orang
memelihara tanaman.
Ø Tugas kedua adalah memimpin atau mengatur jemaat. Di Titus 1:7
digunakan istilah pengatur rumah Allah. Kata Yunaninya, oikonomon berarti pengelola atau pelaksana usaha. Para penatua
berfungsi mengelola jemaat supaya jemaat menjadi hidup dan berkembang, tertib
dan teratur.
Ø Tugas ketiga adalah menjaga kemurnian ajaran gereja. Di Kisah Para
Rasul 20:29-31, Rasul Paulus mengingatkan kemungkinan adanya orang, baik dari
dalam maupun dari luar, yang “berusaha menarik murid-murid dari jalan yang
benar.” Dalam rangka pelayanan mengajar ini agaknya di gereja abad pertama
kemudian diadakan pembagian tugas presbiter menjadi presbiter-pengatur (ruling elders) dan presbiter pengajar (teaching elders), “mereka yang dengan
jerih payah berkhotbah dan mengajar” (1 Tim. 5:17).
2.2.
Tugas-Tugas Penatua GKPI
Sesuai Agenda GKPI, ada 7 (tujuh) tugas
Penatua GKPI, sbb:
1. Mereka adalah Pelayan dalam Gereja untuk memperhatikan keadaan anggota
jemaat yang dipercayakan pada pelayanan mereka, supaya mereka menegur
saudara-saudara yang kelakuannya menyimpang dari ajaran Tuhan kita, atau
memberitahukannya kepada Majelis Jemaat dan Pendeta, supaya mereka turut
berusaha memperbaikinya.
2. Membimbing warga jemaat, supaya rajin mengikuti setiap kebaktian.
Jikalau di antara mereka ada yang malas, supaya dicari tahu apa sebabnya dan
diajak kembali.
3. Membimbing anak-anak supaya rajin datang ke Sekolah Minggu.
4. Mengunjungi orang-orang sakit dan menolong mereka sesuai dengan
kemampuan, tetapi yang terpenting ialah mengingatkan firman Tuhan kepada mereka
dan mendoakan mereka.
5. Menghibur yang berdukacita karena kemalangan atau kesusahan, supaya mereka
memperoleh pengharapan yang hidup dalam Tuhan.
6. Membimbing orang-orang yang tersesat, supaya mereka mengaku
kesalahannya dan bertobat, agar mereka turut memperoleh hidup yang kekal di
sisi Tuhan.
7. Membantu mempersiapkan segala keperluan pelayanan dalam peribadatan,
persembahan dan berbagai usaha untuk memuliakan nama Tuhan.
2.3.
Sumber Tugas Penatua
Tugas
dan jabatan Penatua tidaklah berasal dari dunia, tetapi dari Yesus Kristus.Oleh
sebab itu Penatua, sesuai panggilannya, adalah untuk melayani Tuhan dan jemaat-Nya.
Benar, seorang Penatua dipilih dari kalangan anggota jemaat tetapi ia tidak
tunduk kepada manusia, sebab sebagai hamba,
ia menerima tugas dan tunduk kepada
Kristus. Juga ia tidak lebih tinggi dari
anggota, yang membedakannya ialah tugas khusus dan fungsinya untuk memelihara
dan menjaga kawanan domba yang diserahkan kepadanya. Oleh sebab itu, Penatua
dalam melaksanakan tugasnya hendaknya terarah pada prinsip rohani, sbb:
1. Percaya bahwa dirinya telah memperoleh keselamatan yang dianugerahkan
oleh Tuhan (Yoh. 3:16; Rm. 5:8-10; 1 Yoh. 4:9).
2. Yakin akan panggilannya sebagai hamba Tuhan (Ef. 4:11-12; Yes. 49:1;
Gal. 1:15).
3. Percaya bahwa Tuhan menyertainya dalam pelayanan (Yos. 1:9; Mzm. 121:5;
Mat. 28:20).
4. Hidup dari Firman Tuhan. Dalam hal ini, Rasul Paulus menasihatkan
Timotius agar tekun mempelajari Firman Tuhan, supaya kemajuannya nyata kepada
semua orang (1 Tim. 4:6, 7, 15).
5. Hidup dalam doa. Seorang penatua harus selalu tekun berdoa. Berdoa
berarti selalu bergantung kepada kuasa Tuhan yang dapat melakukan
perkara-perkara besar dalam pelayanan (Mat. 7:7; Yak. 5:16b; Ef. 3:20).
6. Memberi persembahan kepada Tuhan dengan tulus (2 Kor. 9:7).
7. Menjadi penatua yang berhati hamba (Yoh. 13:13-17; Flp. 2:8; Ef. 4:2).
8. Hidup dalam kekudusan dan menjadi teladan (Tit. 1:1), (Buku Pembinaan Calon Penatua GKPI, 22)
Bila tugas
kepenatuaan diterima dari Yesus Kristus, maka Penatua hendaknya selalu
menyadari :
1. Ia murid/hamba Tuhan Yesus. Sebagai seorang ‘murid’ dan ‘hamba’
hendaknya diikuti dengan ketaatan dan kesetiaan.
2. Hidup dalam keteladanan. Seorang Penatua adalah orang yang pertama
diubahkan untuk dapat mengubah orang lain. Seperti Paulus, sebagai rasul, ia
tidak hanya menerima tugas itu. Ia terlebih dahulu menyerahkan diri kepada
Yesus Kristus dan menerima Yesus Kristus dalam hidupnya, sehingga ia boleh
berkata seperti Paulus: “aku hidup, namun bukan lagi aku sendiri yang hidup,
melainkan Kristus yang hidup di dalam Aku” (Gal. 2:20).
3. Penatua kasih-mengasihi Tuhan Yesus. Contohnya, Petrus, sebelum ia diutus menjadi gemabala, walaupun ia adalah murid yang dikasihi tetap ditanyakan terlebih dahulu, apakah engkau mengasihi Aku? Hubungan itu adalah kasih – mengasihi. Setelah Petrus menjawab “aku mengasihi-Mu”, lalu Tuhan Yesus memerintahkan: Gembalakanlah domba-domba-Ku! (Yoh. 21:15-17)
Dari semua itu,
Penatua, dalam semua tugas yang melekat padanya sebagai pelayan, hendaknya selalu meneladani
pelayanan Tuhan Yesus dan melaksanakan tugas itu dengan memperhatikan:
Ø Jabatan yang diembannya bukan jabatan untuk dihormati dan ditakuti. Ia
bukan bos atau tuan yang harus dilayani; ia bukan memerintah tetapi ia hadir
untuk melayani seperti Yesus Kristus hadir di dunia untuk melayani dan
mengorbankan diri-Nya untuk semua orang (Mrk. 10:43-45).
Ø Penatua adalah sumber pengajaran, sama seperti Yesus sebagai guru
(Rabbi) yang mengajarkan Firman Tuhan kepada murid-murid-Nya, dan menjadi
teladan bagi mereka (Yoh. 13:13-15).
Ø Penatua sebagai gembala (Yoh. 10:11-16).
3.
Tujuan Penatua Melaksanakan Tugas
Dengan
memperhatikan tujuh tugas Penatua, dapat disimpulkan bahwa pelayanan Penatua
bertujuan untuk memanggil dan membawa anggota jemaat bersekutu dengan Yesus
Kristus, supaya masing-masing anggota jemaat menerima Yesus Kristus sebagai
Juru Selamat.Dan sesuai Alkitab, dan yang tidak kalah penting, bahwa Penatua
sebagai pelayan terpanggil untuk
memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan
tubuh Kristus (Ef. 4:12).
Tujuan ini sudah
sesuai dengan pemahaman spiritualitas bahwa setiap orang memiliki hubungan yang
intim dengan Tuhan Yesus (Calvin, Institutio).“Tinggallah
di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah
dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga
kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku” (Yoh. 15:4). Tuhan
Yesus menegaskan bahwa hanya jika kita berada di dalam Dia, maka orang percaya
dapat menghasilkan buah.
Walaupun anggota memiliki latarbelakang yang berbeda (suku, budaya,
ekonomi dan pendidikan), tetapi semuanya dipersatukan dan Penatua menegakkan
ajaran yang benar bahwa Yesus Kristus adalah Raja Gereja. Tidak boleh ada kuasa
lain yang menyesatkan iman anggota dan mempengaruhi manajemen gereja (kekuatan
rasional dan non-rasional) kecuali kekuatan rohani. Edgar Walz, menjelaskan
bahwa Gereja yang dikendalikan kekuatan rohani disebut sebagai gereja yang
ideal (Edgar Walz, Bagaimana Mengelola
Gereja Anda).
4.
Penatua Membangun Spiritualitas Jemaat
Penatua memiliki tanggung jawab untuk membangun spiritual anggota dan jemaatnya. Jika penatua mampu melakukan perannya sebagai pemimpin spiritual, maka akan menjadi pribadi yang mampu menumbuhkan rasa: saling percaya (sense of trust), rasa bertanggung jawab (sense of responsibility), dan rasa memiliki (sense of belonging) dalam hidup bergereja dan bermasyarakat. Tidak semua pemimpin di lembaga keagamaan/gereja adalah seorang pemimpin spiritual.Oleh sebab itu, penatua harus waspada dan terus mengembangkan dirinya seperti yang Tuhan inginkan.
4.1.
Pengertian
Spiritualita
a. Pengertian Umum
Dalam kamus Oxford, spiritualitas merupakan kata sifat yang diartikan sebagai relasi/hubungan yang dapat merasakan pengalaman rohani atau jiwa, yang bertentangan dengan hal-hal yang bersifat materi atau fisik. (oxforddictionaries.com)
b. Spiritualitas Kristen
Pemahaman tentang spiritualitas Kristen kita uraikan sesuai penjelasan para Reformator, khususnya Johanes Calvin melalui teorinya mystical union. Menurut Johanes Calvin bahwa spiritualitas terletak pada hubungan atau relasi yang akrab dengan Allah dibanding sekedar pengetahuan tentang Allah.Calvin memadukan summa theologiae dan summa pietas.Maksudnya, bahwa pengetahuan/pengenalan dan persekutuan dengan Allah adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Johanes
Calvin menguraikan terbentuknya spiritualitas Kristen adalah melalui proses,
sbb:
Pertama, iman.Calvin memahami bahwa iman menjadi hal yang penting dalam membangun hubungan dengan Yesus Kristus.Iman memimpin kita berhubungan dengan Yesus Kristus yang dekat bukan yang jauh, dan melalui iman kita percaya bahwa Dia tinggal di dalam kita dan kita dipenuhi Roh Ilahi.Iman mengikat hubungan yang kekal antara Allah dan umat-Nya. Akan tetapi hubungan itu bukan sekedar dalam ikatan yang tidak kelihatan, melainkan diperlihatkan melalui persekutuan yang indah; hari demi hari terus mengalami pertumbuhan hingga kita mengalami persekutuan yang sempurna dengan Dia. Berikut penjelasan Calvin:
Kebanyakan orang menganggap persekutuan dengan Kristus dan percaya kepada Kristus menjadi hal yang sama; Persekutuan yang kita miliki dengan Kristus adalah konsekuensi dari iman. Singkat kata, iman bukanlah pandangan (jarak) yang jauh, tapi persekutuan yang intim dengan Kristus, dimana dia tinggal di dalam kita, dan kita dipenuhi dengan Roh ilahi. Iman mendukung pesan dari Kitab Suci karena Roh Kudus menerangi pikiran manusia untuk mempercayainya dan rangkulan Kristus, objek iman. Iman ini membentuk ikatan kekal antara Allah dan umat-Nya, karena Roh Kudus-Nya berada di dalam mereka.
Kedua,
anugerah pengudusan dan pembenaran.Calvin menjelaskan bahwa persekutuan dengan
Kristus tidak dapat terjadi tanpa ambil bagian di dalam anugerah pengudusan dan
pembenaran dari Allah. Calvin menjelaskan :
Seperti yang Calvin tuliskan untuk para pembaca buku-nya (Institutio),
"Anda harus memiliki Kristus, tapi Anda tidak dapat memilikinya tanpa
menerima bagian dalam pengudusannya. Dengan kata lain, Tuhan tidak pernah
menganugerahkan rahmat pembenaran tanpa rahmat pengudusan, sebuah pengalaman
subyektif yang membawa orang-orang Kristen untuk hidup dalam spiritualitas
sampai selesai dalam kekekalan. Calvin memahami spiritualitas merupakan
keterlibatan antara persekutuan pribadi dengan Kristus sebagai buah anugerah
pembenaran, jadi dia menolak (mencemooh) orang-orang yang mengaku memiliki
iman, namun gagal menunjukkannya dalam realita kehidupan mereka. (James Edward
McGoldrick :John Calvin,
Practical Theologian: The Reformer’s
Spirituality)
4.2.
Formasi Spiritual
Penatua
Berhubungan dengan tugas-tugas Penatua dan untuk membangkitkan spiritualitas Penatua, di bawah ini beberapa formasi spiritual yang harus dilakukan, al:
Ø Disiplin Ibadah
Disiplin ibadah bertujuan untuk
melatih diri untuk beribadah kepada Tuhan.Baik ibadah pribadi, keluarga,
kategorial, sektor/lingkungan, dan di Gereja.
Ø Disiplin Berpuasa
Disiplin berpuasa bertujuan untuk
memiliki sikap kerendahan hati di hadapan Tuhan bahwa kita tidak mampu
melakukan kehendak-Nya tanpa tergantung kepada-Nya.
Ø Disiplin Bersaksi
Penatua menjadi saksi Kristus melalui
tutur kata dan perbuatannya.
Ø Disiplin Melayani
Penatua terpanggil untuk melayani
Tuhan dan sesamanya.
Ø Disiplin Penderitaan
Disiplin penderitaan seharusnya
menjadi bagian dalam kehidupan orang percaya yang mau menderita seperti Yesus,
tetapi yang terjadi adalah kita malah menghindari penderitaan.
Ø Disiplin Penyembahan
Penatua menjadi contoh bagi yang
dilayaninya dalam penyembahan kepada Tuhan yang layak menerima segala pujian
dan hormat.
Ø Disiplin Pemuridan
Gereja yang sehat memiliki program
pemuridan yang bertujuan regenerasi gereja di masa yang akan datang. Pemuridan
bertujuan untuk mencegah pengajaran-pengajaran sesat dan memperlengkapi jemaat
dalam pelayanan. (Renstra GKPI 2017).
5.
Nilai-Nilai
Spiritualitas Penatua
Pemimpin
Spiritual di Jemaat adalah Pendeta Resort, akan tetapi Penatua juga mengemban
tugas itu bagi anggota yang dipercayakan kepadanya. Sebagai Pemimpin Spiritual, maka Penatua
perlu menunjukkan nilai-nilai spiritualitas, sbb:
1. Penatua sebagai
pemimpin spiritual mengimani bahwa kepemimpinan yang diembannya adalah sebuah
anugerah, kepercayaan yang tidak terhingga dari Tuhan (bnd. Lukas 17:10,
“Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang
ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak
berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”) Oleh sebab itu, ia
akan memimpin dengan menempatkan kepentingan Tuhan, melalui jemaat atau umat
yang dipercayakan kepadanya, sebagai yang utama; serta yang percaya dan
berupaya agar apa yang dilakukannya dapat mentransformasi kehidupan jemaat.
2. Penatua sebagai
pemimpin spiritual tidak hanya seorang pengelola berbagai aktivitas yang
bertujuan meningkatkan spiritualitas orang lain, tetapi juga seorang yang
menjadi teladan dalam perjalanan spiritual, yaitu dalam penggalian makna hidup,
kebergantungannya kepada Tuhan, dan dalam transformasi dirinya menuju gambaran
yang Tuhan inginkan (Roma 8:29, “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari
semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan
gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara
banyak saudara).”
3. Penatua sebagai
pemimpin spiritual tidak hanya memfasilitasi agar orang lain berubah dan
bergerak melakukan apa yang Tuhan inginkan dalam hidup pribadi, keluarga,
masyarakat, dan gereja; tetapi ia juga melaksanakan (menjadi teladan) perubahan
dan pergerakan berlandaskan hubungannya dengan Tuhan. Ia melakukannya sebagai
tanda syukur kepada Tuhan yang telah mengubah kehidupannya. Diubah untuk
mengubah. Dibarui untuk membarui.
4. Penatua sebagai
pemimpin spiritual terus belajar di dalam hidupnya, baik mengenai Tuhan yang
memanggilnya, mengenai sesamanya, dan juga mengenai dirinya sendiri.
5. Penatua sebagai
pemimpin spiritual selalu siap berkarya dalam pelayanannya sebagai bagian dari
kepemimpinan yang besar dan bukan berjalan sendiri, karena ia menyadari batas
kemampuan dirinya dan ketidakberdayaannya.
6. Penatua sebagai
pemimpin spiritual menyediakan waktu untuk merenungkan makna atau kehendak
Tuhan dalam hidup pribadi dan pelayanannya; dan sementara itu ia mempercayakan
diri dan komunitasnya ke dalam kasih pemeliharaan Tuhan.
7. Ia senantiasa
menggumuli apa yang menjadi kehendak Tuhan bagi kehidupan gereja di mana ia
adalah di dalamnya.
8. Penatua sebagai pemimpin spiritual memahami bahwa Tuhan adalah pemimpinnya. Oleh sebab itu, segala sesuatu yang dilakukannya adalah untuk kemuliaan Tuhan. Ia punya prinsip seperti Yohanes Pembaptis, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh 3:30).
Dari kedelapan sosok kepemimpinan spiritual tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan spiritual adalah bentuk kepemimpinan yang menggerakkan, memfasilitasi dan menginspirasi umat/orang lain untuk mengalami perjumpaan dengan Allah. Upaya ini dilakukannya dengan keteladanan melalui kata-kata, keputusan, sikap, cara berinteraksi dan cara bekerjanya sebagai dampak pembaruan hidup yang terjadi dalam dirinya. (http//hi4markus.wordpress.com/2015/01/21/penatua-dan-peranannya-dalam-hidup-bergereja/).
6.
Dampak Kepemimpinan Spiritual Penatua Bagi Jemaat
1.
Memungkinkan terjadinya pertumbuhan jemaat dari
segi kualitas dan kuantitas.
2.
Meningkatkan keterlibatan lebih besar dari anggota
jemaat.
3.
Aktivis yang mengambil bagian dalam pelayanan
mengalami pertumbuhan pribadi dan rohani yang sehat dan matang.
4.
Mencapai visi dan misi gereja untuk menjadi gereja
yang indah persekutuannya dan berdaya transformatif bagi lingkungannya.
7.
Penatua dalam Perspektif Warga Jemaat
Kehadiran dan peran Penatua sangat didambakan Jemaat.
Harapan-harapan mereka dapat disimpulkan, sbb:
·
Bisa lebih dekat dengan anggota jemaat.
·
Menjadi pembimbing sekaligus pendengar yang baik
(menyentuh jemaatnya).
·
Tidak terbatas hanya mengurusi kegiatan rutin
gereja, misalnya rapat.
·
Pelawatan, turun ke jemaat, bukan selalu ada di
samping mimbar.
·
Bisa membantu/memfasilitasi jemaat sehubungan
dengan adanya keperluan dengan pelayanan, dll.
·
Bisa jadi panutan.
·
Bisa dekat/interaksi langsung dengan jemaat,
karena jemaat baik yang baru/orang lama tetap harus dirangkul supaya tidak
merasa diabaikan.
·
Respect terhadap
kondisi dan kebutuhan dari setiap jemaatnya dan melayani dengan baik.
·
Care sama jemaatnya tanpa pandang
bulu.
·
Bijak dan bersahabat.
·
Dapat mengambil keputusan yang bijak dalam setiap
permasalahan.
·
Rendah hati dalam melayani.
·
Memiliki kasih yang tulus dalam melakukan
pelayanan, bukannya malah merasa tinggi hati dengan tugas panggilan dari Tuhan
tersebut.
·
Memiliki intimate relationship dengan
Tuhan (tidak hanya lip service).
·
Aktif minimal satu kegiatan bergereja.
· Menjadi tuan rumah untuk semua kegiatan yang didatangi (jangan bersikap sebagai tamu).
8.
Kesimpulan
Penatua
adalah hamba Kristus yang dipanggil dan dipercayakan untuk membangun kerohanian
jemaat. Ia bertugas menjaga dan memelihara
orang-orang yang percaya, sebagai kawanan domba milik kepunyaan Yesus
Kristus, dan memperlengkapinya untuk
pekerjaan pelayanan dalam Tubuh Kristus dan pewaris keselamatan yang kekal dalam Kerajaan Allah.
Post a Comment for "PERANAN PENATUA MEMBANGUN SPIRITUALITAS JEMAAT"