Khotbah Matius 10: 32-39 Mengikut Yesus dan Memikul Salib
Minggu 3 Set. Trinitatis; 25 Juni 2023
10:32 Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga.
10:33 Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga."
10:34 "Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang.
10:35 Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya,
10:36 dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.
10:37 Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku.
10:38 Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku.
10:39 Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
Sering sekali pengajaran dan khotbah
Tuhan Yesus menimbulkan polemik dan kontroversi di dalam kehidupan masyarakat
pada zaman itu. Ini disebabkan oleh ketidak-pahaman para pendengar akan makna
dan tujuan dari pengajaran yang Yesus katakan. Banyak sekali orang yang datang
kepada Yesus dengan konsep pikirannya sendiri. Kebanyakan yang datang hanya
untuk kepentingan diri sendiri belum sampai pada tahap menjadi murid atau
pengikut sejati. Maka ketika pengajaran yang disampaikan Yesus tidak sesuai
dengan harapan dan konsep berpikirnya atau jika ajaran yang yang disampaikan
Yesus tidak memenuhi harapan-harapannya maka terjadilah polemik, dan pada
akhirnya ada yang menyalahkan Yesus. Sikap seperti inilah yang terus dibangun
oleh orang Farisi dan saduki.
Ada harga yang mahal dari sebuah
pengakuan. Dan inilah menjadi jaminan yang sangat luar biasa bagi orang
percaya. Sudah pasti karena ini adalah jaminan yang diberikan Tuhan kepada
orang yang percaya, itu berarti sekaligus juga menjadi dorongan, motivasi atau
semangat kepada orang percaya untuk tidak pernah ragu akan kepercayaan nya.
Rasul Paulus juga mengingatkan agar setiap orang percaya senantiasa berpegang
dengan pengakuannya kepada Yesus.
Memahami ucapan Tuhan Yesus di ayat
34-37 ini, tidak boleh dilepaskan dari konteks pembicaraan Yesus sebelum dan
sesudahnya. Dalam perikop ini Yesus menggunakan gaya bahasa hiperbola untuk
menonjolkan pesan secara menyolok. ‘Pedang’ menjadi simbol penghakiman Allah
atas dunia yang akan memisahkan dengan tajam antara orang yang percaya
kepadaNya dan yang menolakNya. Tuhan Yesus memang memberikan damai di hati orang
yang percaya (Yoh. 14:27, Gal. 5:22). Tuhan Yesus juga mendamaikan orang yang
percaya dengan Allah (Rom. 5:1, 2 Kor. 5:19-21). Tuhan Yesus juga mendamaikan
orang percaya dengan orang percaya (Ef. 2:14-18). Tetapi antara orang percaya
dengan orang yang tidak percaya, bukan damai yang terjadi tetapi justru
perpecahan dan pertentangan karena Yesus (band. Yoh. 7:40-43). Di dalam dunia
ini selalu ada pertentangan antara mereka yang tidak percaya kepada Yesus
dengan kita yang percaya kepada Yesus. Tidak akan ada damai antara orang
yang sungguh-sungguh hidup sesuai dengan
Firman Tuhan, dengan mereka yang melakukan dosa, malahan orang percaya itu akan
menderita karena pertentangan atau permusuhan ini. Bahkan pertentangan akan
terjadi di antara anggota keluarga, yaitu perpecahan yang terjadi karena ada
anggota keluarga yang percaya dan ada yang tidak percaya kepada Dia.
Oleh karena itu perkataan Yesus dalam
ayat 37 tidak dapat diartikan bahwa Tuhan Yesus menghendaki keluarga kita
tercerai berai, melainkan ini adalah pernyataan kehendak Tuhan Yesus bahwa
sebagai muridNya, kita harus lebih mengutamakan Dia, bahkan lebih dari ikatan
yang paling kuat sekalipun seperti budaya Yahudi waktu itu, yaitu keluarga
(band. Luk. 14:26). Tuhan Yesus sama sekali tidak bermaksud agar orang-orang
membenci orangtua dan keluarganya. Mengikut Yesus membutuhkan komitmen dan
kesungguhan yang melebihi komitmen dan kesungguhan dari hubungan-hubungan
apapun yang kita miliki dengan sesama manusia. Ucapan Tuhan Yesus ini
mengingatkan kita bahwa salah satu penghalang kesetiaan kita kepada Yesus
adalah karena kita lebih setia kepada sesuatu atau seseorang yang lain di dunia
ini dibandingkan dengan Tuhan. Hubungan kekerabatan dan persaudaraan sering
sekali menjadi batu sandungan di dalam pertumbuhan iman. Mengasihi sesama,
termasuk orang tua dan saudara adalah tugas dan tanggungjawab yang sangat
penting bagi kita. Akan tetapi ketika kita mengasihi mereka biarlah didasari
oleh kasih kepada Tuhan, dan kasih kita kepada mereka tidak lebih besar daripada
kasih kepada Allah. Karena prioritas kasih orang percaya adalah tetap kepada
Allah dan yang sejalan dengan itu adalah kasih kepada sesama manusia.
Yesus menyatakan: “Barangsiapa
mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan
nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat. 10:39). Dalam hal ini Tuhan
Yesus tidak mengatakan bahwa hidup atau nyawa seseorang itu tidak bernilai
sehingga tidak perlu diperjuangkan dan dipertahankan. Tuhan Yesus justru mau
menegaskan bahwa hidup atau nyawa manusia begitu bernilai, karena itu janganlah
hidup itu dipertahankan dengan cara-cara yang merugikan nilai dan martabat
dirinya. Karena betapa sering manusia berupaya untuk “mempertahankan nyawa”
(hidupnya) dengan cara-cara yang tidak etis, tidak bermoral dan bersifat
egosentris. Karena keadaan yang sulit, seseorang merasa berhak untuk merampas
hak milik orang lain. Karena kemiskinan, seseorang merasa berhak melakukan
perbuatan tercela. Karena merasa dirinya kuat dan berkuasa, maka seseorang
sering merasa berhak untuk menindas dan menekan sesamanya yang lemah. Sikap
mereka secara duniawi tampaknya berhasil mempertahankan hidup, tetapi
sesungguhnya mereka telah menghancurkan nilai-nilai dan makna dari hidupnya
yang paling esensial. Tetapi hidup mereka akan berubah secara drastis dan dapat
menjadi manusia baru di dalam Kristus, ketika mereka mau menanggalkan pola
hidupnya yang lama dengan cara mempersekutukan diri secara personal dengan
Kristus. Mereka bersedia menolak godaan dan tawaran duniawi dengan tetap
konsisten berjalan di jalan Kristus. Jadi dalam persekutuan dengan Kristus,
seseorang yang kehilangan hidupnya secara duniawi justru bertujuan supaya
mereka dapat mengalami suatu kehidupan yang bermakna dan kekal.
Kita sering mengakui dengan mulut kita
bahwa Yesus adalah Sang Guru yang Agung. Ketika kita menyebut diriNya sebagai
Guru, maka kita memposisikan diri kita sebagai murid. Sebagai murid yang baik
maka bagian dan tanggungjawab kita adalah taat dan patuh akan instruksi guru.
Sang Guru telah memberi sebuah tanggungjawab kepada kita sebagai
murid-muridNya, sebuah perintah untuk memikul salib. Memikul salib juga
merupakan sebuah keputusan penting dalam kehidupan karena ada harga yang harus
dibayar. Setiap orang memiliki salib
masing-masing dan berbeda satu dengan yg lainnya. Salib adalah cara yang
dipakai oleh orang-orang Romawi untuk mempermalukan seseorang di hadapan umum,
untuk menunjukkan bahwa manusia yang disalib sungguh-sungguh tidak berharga,
sampah busuk dan harus disingkirkan, dan itu yang dialami Yesus. Pontius
Pilatus pun tidak mendapatkan kesalahan apapun yang dilakukan oleh Yesus. Hal
yang wajar ketika kita dipermalukan oleh karena kesalahan yang kita buat dan
itu konsekunesi yang harus kita tanggung tapi bagaimana ketika kita
dipermalukan karena nilai kebenaran yang kita pegang teguh? Itulah salib,
dimana kita tetap berpegang teguh kepada nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan
sekalipun nantinya kita diolok-olok, dihina bahkan dipermalukan di depan umum.
Pengakuan iman percaya kita sangat berarti dan berharga bagi Tuhan, maka
tetaplah mengaku percaya, mengikut Yesus sampai selama-lamanya.
Post a Comment for "Khotbah Matius 10: 32-39 Mengikut Yesus dan Memikul Salib"