Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Khotbah Keluaran 34: 29 - 35 Menyatakan Cahaya Kemuliaan Tuhan

 Khotbah Minggu Estomihi; 02 Maret 2025

34:29 Ketika Musa turun dari gunung Sinai -- kedua loh hukum Allah ada di tangan Musa ketika ia turun dari gunung itu -- tidaklah ia tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN.

34:30 Ketika Harun dan segala orang Israel melihat Musa, tampak kulit mukanya bercahaya, maka takutlah mereka mendekati dia.

34:31 Tetapi Musa memanggil mereka, maka Harun dan segala pemimpin jemaah itu berbalik kepadanya dan Musa berbicara kepada mereka.

34:32 Sesudah itu mendekatlah segala orang Israel, lalu disampaikannyalah kepada mereka segala perintah yang diucapkan TUHAN kepadanya di atas gunung Sinai.

34:33 Setelah Musa selesai berbicara dengan mereka, diselubunginyalah mukanya.

34:34 Tetapi apabila Musa masuk menghadap TUHAN untuk berbicara dengan Dia, ditanggalkannyalah selubung itu sampai ia keluar; dan apabila ia keluar dikatakannyalah kepada orang Israel apa yang diperintahkan kepadanya.

34:35 Apabila orang Israel melihat muka Musa, bahwa kulit muka Musa bercahaya, maka Musa menyelubungi mukanya kembali sampai ia masuk menghadap untuk berbicara dengan TUHAN.

34:29 Jadi di na tuat i Musa sian dolok Sinai, huhut patioptiop na dua lei panindangion di bagasan tanganna di na tuat i ibana sian dolok i, alai ndang diboto Musa naung marsinondang sisik ni bohina i, ala naung mangkatai ibana dohot Jahowa.

34:30 Jadi dibereng Aron dohot sude halak Israel ma Musa, hape ida ma, nunga marsinondang sisik ni bohina, gabe mabiar nasida ro jumonok tu ibana.

34:31 Jadi dijou Musa ma nasida, gabe mulak nasida tu ibana, Aron dohot sude induk ni luhutan i, laos mangkatai ma Musa dohot nasida.

34:32 Jadi dung songon i ro ma jumonok sude halak Israel; gabe dipatolhas Musa ma tu nasida sude hata na pinaboa ni Jahowa tu ibana di dolok Sinai.

34:33 Jadi dung tolhas hata i dihatahon Musa tu nasida, dibahen ma sada pangkuphupi tu bohina.

34:34 Alai molo masuk muse Musa tu adopan ni Jahowa naeng mangkatai dohot Ibana dipasisi ma pangkuphupi i paima ruar ibana muse. Jadi dung ruar ibana dihatahon ma tu halak Israel hata na tinonahon tu ibana.

34:35 Jadi diida halak Israel ma bohi ni Musa, pola marsinondang sisik ni bohi ni Musa, gabe dipasuang Musa ma pangkuphupi i tu bohina, paima masuk ibana muse mangkatai dohot Jahowa.

Pernahkah kita melihat seseorang yang begitu penuh sukacita dan damai, seolah ada cahaya atau kharisma yang memancar dari kehidupannya (marsahala bohina)? Mungkin bukan cahaya secara fisik, tetapi ada sesuatu yang berbeda dari cara mereka berbicara, bersikap, dan menjalani hidup. Inilah yang terjadi pada Musa ketika ia turun dari Gunung Sinai wajahnya bercahaya karena perjumpaannya dengan Tuhan. Dan melalui teks khotbah ini kita akan merenungkan bagaimana kita juga dipanggil untuk memancarkan cahaya kemuliaan Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari. Teks ini berbicara tentang Musa yang turun dari Gunung Sinai dengan wajah yang bercahaya setelah berbicara dengan Tuhan. Cahaya itu bukan hasil usaha Musa sendiri, melainkan pancaran kemuliaan Allah yang memancar melalui dirinya.

Pasal ini menceritakan Musa setelah pertemuannya dengan Tuhan di Gunung Sinai untuk kedua kalinya, setelah insiden anak lembu emas (Keluaran 32). Tuhan dalam belas kasih-Nya memulihkan perjanjian-Nya dengan bangsa Israel, dan Musa menerima kedua loh batu yang baru. Musa kembali naik ke Gunung Sinai untuk menerima dua loh batu yang baru, menggantikan yang pertama yang telah dihancurkannya karena kemarahan atas dosa umat Israel. Selama 40 hari 40 malam di hadapan Tuhan, Musa mengalami perjumpaan yang mendalam dengan Allah. Saat Musa turun dari gunung, tanpa disadarinya, wajahnya bersinar karena dia telah berbicara dengan Tuhan (ayat 29). Cahaya di wajah Musa adalah bukti nyata dari hubungan yang intim dengan Allah. Hal ini menimbulkan rasa hormat (dan bahkan ketakutan) di antara umat Israel, sehingga Musa menutupi wajahnya dengan selubung kecuali saat ia berbicara kepada Tuhan atau menyampaikan firman-Nya kepada umat.

Bersinarnya wajah Musa merupakan dampak dari dia memandang Allah. Persekutuan dengan Allah, pertama, membuat wajah bersinar dalam kehormatan yang sesungguhnya. Kesalehan yang sungguh-sungguh mendatangkan cahaya pada wajah seseorang, yang begitu rupa hingga menimbulkan penghargaan dan kasih sayang dari orang lain. Kedua, persekutuan dengan Allah akan membuat wajah bersinar dalam kekudusan yang sepenuhnya. Apabila kita sudah berada dalam persekutua bersama Allah, kita harus membiarkan terang kita bercahaya di depan orang, dalam kerendahan hati, kelemahlembutan. Demikianlah hendaknya keindahan Tuhan Allah kita terpancar dari kita, supaya semua orang yang bergaul dengan kita dapat mengenal kita sebagai pengikut Yesus (Kis. 4:13). Mengenai bersinarnya wajah Musa, dikatakan bahwa Musa sendiri tidak menyadarinya. (ay. 29). Hal ini bisa berarti, kerendahan hati bahwa, meskipun wajah mereka bersinar dalam karunia-karunia dan atau memiliki keunggulan dibandingkan yang lain, namun mereka tidak mengetahuinya, sehingga tidak menjadi besar kepala tau sombong karenanya. Keunggulan apa saja yang diberikan Allah kepada kita, kita harus tetap dipenuhi dengan perasaan rendah hati.

Harun dan orang-orang Israel melihat wajah Musa, dan takut (ay. 30). Kebenarannya ditegaskan oleh banyak sekali saksi, yang juga sadar akan kengeriannya. Wajah Musa yang bersinar itu tidak hanya menyilaukan mata mereka, tetapi juga menyebabkan kegentaran yang begitu rupa pada diri mereka hingga mereka harus mundur. Mungkin mereka ragu apakah itu tanda dari perkenanan atau kasih Allah atau murka-Nya. Dan, meskipun tampaknya besar kemungkinan itu merupakan pertanda yang baik, namun, karena sadar akan kesalahan, mereka takut akan hal yang terburuk, terutama mengingat sikap mereka yang didapati Musa ketika ia terakhir kali turun dari gunung Sinai. Perasaan berdosa membuat orang takut terhadap Musa. Orang Israel takut mendekat karena mereka sadar akan kekudusan Allah yang tercermin dari Musa. Cahaya ini mengingatkan mereka akan dosa mereka dan betapa kudusnya Allah.

Cahaya kemuliaan Tuhan sering kali membuat manusia sadar akan ketidaklayakan mereka. Namun Musa tidak menjadikan ini sebagai alasan untuk menjauh. Sebaliknya, dia memakai selubung agar umat dapat berinteraksi dengannya tanpa rasa takut. Ini menunjukkan bahwa kemuliaan Tuhan harus dinyatakan dengan penuh hikmat, sehingga dapat diterima dan membawa perubahan. Musa menyelubungi mukanya, ketika ia menyadari bahwa wajahnya bersinar (ay. 33, 35). Ini mengajarkan kepada kita mengenai kerendahan hati. Kita harus menerima dengan puas jika keunggulan-keunggulan kita disamarkan, dan selubung ditarik untuk menutupinya, dan tidak ingin selalu menonjolkan diri secara lahiriah. Orang-orang yang benar-benar ingin diakui dan diterima oleh Allah juga tidak akan ingin diperhatikan atau dipuji-puji oleh manusia. Ada ungkapan yang berkata demikian Qui bene latuit, bene vixit yang berarti Adakalanya menyembunyikan sesuatu adalah tindakan yang terpuji.

Ketika Musa masuk menghadap TUHAN, untuk berbicara dengan Dia dalam Kemah Pertemuan, ditanggalkannyalah selubung itu (ay. 34). Pada saat itu selubung itu tidak diperlukan, dan, di hadapan Allah, semua orang tampil dan harus tampil tanpa selubung. Sebab segala sesuatu terbuka di hadapan Tuhan, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab. Dan suatu kebodohan bagi kita untuk coba-coba menyembunyikan atau menyamarkan apa saja. Semua selubung harus ditanggalkan ketika kita datang menghadap Tuhan. Ini juga menandakan, seperti yang dijelaskan (2Kor. 3:16), bahwa ketika hati seseorang berbalik kepada Tuhan, maka selubung akan ditanggalkan darinya, dan dengan wajah yang tak berselubung ia dapat melihat kemuliaan-Nya.

Bagaimana Kita Menyatakan Cahaya Kemuliaan Tuhan? Kita harus melakukan Perjumpaan Pribadi dengan Tuhan. Musa bercahaya karena dia berbicara langsung dengan Tuhan. Sinar di wajah Musa adalah manifestasi kemuliaan Tuhan yang tercermin melalui dirinya. Ini bukan cahaya yang berasal dari Musa sendiri, melainkan refleksi dari hadirat Allah. Kita mungkin tidak mengalami hal yang sama secara fisik, tetapi kehidupan doa, membaca firman, dan merenungkan kebenaran-Nya akan mengubah hati dan pikiran kita. Pertanyaannya, Seberapa sering kita menghabiskan waktu berkualitas bersama Tuhan? Kemudia Hidup kita hendaknya mencerminkan Kristus. Cahaya Musa adalah refleksi, bukan sumber. Demikian juga kita—kita tidak menghasilkan cahaya dari diri sendiri, tetapi memantulkan terang Kristus. Hidup yang dipenuhi cahaya kemuliaan Tuhan akan terlihat melalui: Karakter yang diubahkan: kasih, sabar, rendah hati, penuh pengampunan. Sikap dalam menghadapi tantangan: tetap bersyukur dan penuh damai sejahtera di tengah kesulitan. Kemudia kita Memberi pengaruh positif: menjadi berkat bagi orang lain, bukan hanya dalam kata-kata, tetapi juga dalam tindakan. Musa tidak menyadari wajahnya bercahaya, tetapi orang lain melihatnya. Demikian pula, saat kita hidup dalam hadirat Tuhan, orang lain akan melihat perbedaan dalam hidup kita, bahkan tanpa kita sadari. Mari kita hidup sedemikian rupa sehingga orang lain bisa melihat Kristus melalui kita. Sebagai pertanyaan reflektif bagi kita "Apakah hidup saya mencerminkan cahaya kemuliaan Tuhan kepada dunia di sekitar saya?". Kita mungkin tidak memiliki wajah yang bersinar seperti Musa, tetapi hidup kita seharusnya memancarkan kasih, kebenaran, dan terang Kristus. Dunia ini penuh dengan kegelapan, dan Tuhan memanggil kita untuk menjadi terang-Nya. Seperti yang tertulis dalam Matius 5:16: "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga."


Pdt. Erik Sunando Sirait
Pdt. Erik Sunando Sirait Anak Pertama dari 7 bersaudara, ibu yang melahirkan boru Simalango (Parna), Istri Lilis Suganda Lumban Gaol dan sudah dikaruniakan 3 Putri yang cantik Sheena Syelomitha Sirait Serefina Faith Sirait Shiloh Hope Sirait

Post a Comment for "Khotbah Keluaran 34: 29 - 35 Menyatakan Cahaya Kemuliaan Tuhan"