Khotbah Mazmur 97: 1 - 12 Tuhan adalah Raja
Minggu Eaudi; 01 Juni 2025
97:1 * Jahowa do raja, marolopolop ma tano on, marlas ni roha ma * pulopulo angka na lan i!
97:2 Ombun jala haholomon marimpotimpot humaliang Ibana, hatigoran dohot uhum ojahan ni habangsana.
97:3 Api mardalan di jolona manganhon angka alona humaliang.
97:4 Disondangi angka hilapna do portibi on, jadi lalolalo tano on marnidasa.
97:5 * Malala do angka dolok songon pantis maradophon bohi ni Jahowa, maradophon bohi ni * Tuhan ni sandok tano on.
97:6 Dibaritahon angka langit do hatigoranna, jala sude angka bangso marnida hamuliaonna.
97:7 Ingkon tarurak sogot sude angka sisomba ajiajian, angka na papujipuji dirina mida ganaganaan, ingkon marsomba tu Ibana do sude * angka debata sileban!
97:8 Dibege Sion do i, jadi marlas ni roha ma, marolopolop ma angka boru ni Juda, ala ni panguhummu, ale Jahowa!
97:9 Ai Ho do, ale Jahowa na tumimbul, gumomgom sandok tano on, tumimbul situtu do Ho sian nasa debata sileban.
97:10 Hamu ale angka na mangkaholongi Jahowa, sai * hagigihon hamu ma na jat! Ibana do siramoti tondi ni angka na niasianna, sai paluaonna do nasida sian tangan ni parjahat.
97:11 Sai tarsabur do hatiuron di partigor, jala las ni roha di angka na unjur marroha.
97:12 Marlas ni roha ma hamu, ale angka partigor di bagasan Jahowa, jala puji hamu ma goarna na badia i!
Di tengah dunia yang bergejolak dan sarat dengan
berita buruk, seringkali kita merasa kecil, tak berdaya, dan seolah hidup ini
dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan besar yang tidak bisa kita atur. Politik
yang kacau, ekonomi yang goyah, lingkungan yang rusak, dan masalah pribadi yang
menekan semua ini membuat kita bertanya: Apakah masih ada yang benar-benar
memegang kendali? Mazmur 97 menjawab dengan lantang dan penuh kepastian: Tuhan
adalah Raja. Pernyataan ini bukan sekadar keyakinan religius, tetapi deklarasi
iman yang kokoh. Di balik badai hidup, ada Takhta Ilahi yang tidak pernah
goyah.
Mazmur 97 merupakan bagian dari kelompok
"Mazmur Kerajaan" (Royal Psalms) yang menekankan pemerintahan Tuhan
sebagai Raja atas seluruh bumi (lihat juga Mazmur 93, 96, 98, 99). Mazmur ini
kemungkinan besar ditulis untuk penggunaan liturgis, mungkin dalam konteks
perayaan pengakuan Allah sebagai Raja, baik secara eskatologis maupun dalam
penyembahan sehari-hari umat Israel. Kontras yang mencolok dalam mazmur ini
adalah antara Tuhan yang memerintah dalam keagungan dan umat yang bersukacita
karena keadilan dan kebenaran-Nya. Mazmur ini juga mengandung unsur penghiburan
bagi umat yang tertindas dan menjadi pengingat akan kemahakuasaan Tuhan di
tengah dunia yang sering kacau.
Tuhan Berdaulat dan berkuasa atas Segala Sesuatu
(ay. 1-5). Ayat pertama Mazmur ini membuka dengan sebuah deklarasi, bukan
argumen: “Tuhan adalah Raja!” Ini bukan pernyataan politis, tetapi kebenaran
teologis. Kedaulatan Tuhan bukan sesuatu yang harus diperdebatkan, tetapi
diterima dan diimani. Dunia mungkin dipenuhi oleh raja dan penguasa, tetapi
hanya Tuhan yang memerintah dengan adil, kudus, dan kekal. Bumi bersorak,
pulau-pulau bersukacita; semua ciptaan merespons pemerintahan Allah. Ini bukan
raja simbolis atau spiritual semata. Ini Raja yang menguasai seluruh realitas,
baik alam maupun sejarah manusia. Langit, awan, dan kilat menggambarkan
kemuliaan-Nya (ayat 2–4). Bahkan gunung-gunung—simbol kekuatan dan stabilitas
dunia—meleleh di hadapan-Nya (ayat 5). Ini adalah cara pemazmur menggambarkan
bahwa tidak ada hal yang terlalu besar bagi Allah. Dia berdaulat atas ciptaan,
sejarah, dan kehidupan pribadi kita. Yang menjadi pertanyaan bagi kita; Apakah
kita sungguh percaya bahwa Tuhan memegang kendali dalam hidup kita; baik dalam
kelimpahan maupun kekurangan, dalam kemenangan maupun kegagalan? Ibaratkan
seorang anak kecil yang ketakutan saat badai melanda, tetapi langsung tenang
saat sang ayah masuk dan memeluknya. Begitu juga kita; ketika kita mengingat
bahwa Tuhan adalah Raja, kita bisa bersukacita walau badai kehidupan
menghantam. Apapun yang terjadi, krisis ekonomi, sakit penyakit, kegagalan,
jika Tuhan adalah Raja, maka tidak ada yang lepas dari kendali-Nya. Dia tidak
panik. Dia tetap memegang tahta.
Pemerintahan Tuhan itu Adil dan Kudus (ay. 6 – 9).
Pemerintahan Tuhan bukanlah kediktatoran. Ia memerintah dengan dasar keadilan
dan kebenaran (ayat 2). Langit memberitakan keadilan-Nya, dan bangsa-bangsa
melihat kemuliaan-Nya (ayat 6). Ini menunjukkan bahwa Allah tidak hanya besar,
tetapi juga benar. Kuasa-Nya tidak terpisah dari karakter-Nya yang suci.
Keberadaan Tuhan tidak hanya ditandai oleh kuasa, tetapi juga oleh keadilan dan
kekudusan. Dia tidak seperti penguasa dunia yang bisa disuap atau berubah-ubah.
Ayat 7 menyingkapkan peringatan keras bagi penyembah berhala: “Mereka mendapat
malu... semua allah sujud menyembah kepada-Nya.” Dalam konteks modern, berhala
tidak selalu berupa patung. Ia bisa berupa uang, status, teknologi, bahkan
keinginan pribadi yang kita puja diam-diam. Satu hal yang perlu kita ingat
bahwa segala allah buatan manusia akan tunduk pada-Nya. Dalam sebuah pengadilan
dunia, sering kali keadilan bisa dibeli. Tapi Tuhan adalah Hakim yang adil,
yang tidak bisa dikorupsi. Semua perbuatan kita akan dihakimi dengan benar, dan
Dia tidak pernah salah dalam membuat keputusan. Tidak seperti pemimpin dunia
yang bisa gagal, korup, atau bias, Tuhan adalah Raja yang tidak pernah salah
dalam penghakiman-Nya. Jika Tuhan adil dan kudus, maka umat-Nya juga harus
hidup dalam kekudusan dan keadilan. Hidup dalam kekudusan berarti kita tidak
kompromi dengan dosa. Jika Tuhan kita kudus, kita pun dipanggil untuk hidup
berbeda dari dunia. Jauhi berhala modern, uang, popularitas, status. Menjadi
perenungan bagi kita adalah, Apakah saya sedang memuliakan Tuhan yang benar
atau membiarkan berhala-berhala halus menduduki takhta hati saya?
Respons Umat ketika Tuhan adalah Raja adalah
Bersukacita dan Hidup Benar (ay. 10 -12). Yerusalem atau Sion bersukacita
karena melihat penghakiman Tuhan (ayat 8). Dalam dunia modern, kita sering
takut akan penghakiman. Tapi bagi umat Tuhan, penghakiman-Nya adalah kabar
baik, karena itu berarti keadilan ditegakkan dan kejahatan tidak akan menang
selamanya. Lalu pemazmur berbicara secara langsung: “Hai orang-orang yang
mengasihi Tuhan, bencilah kejahatan! Ia memelihara jiwa orang-orang yang
dikasihi-Nya...” (ayat 10). Ini adalah ajakan untuk hidup dalam integritas
moral dan kasih yang murni kepada Tuhan. Kita tidak cukup hanya menghindari
kejahatan, tetapi dipanggil untuk membencinya. Sukacita dan terang dijanjikan
kepada orang benar (ayat 11–12), tapi itu bukan hasil dari hidup nyaman,
melainkan dari relasi yang benar dengan Sang Raja. Mazmur ini ditutup dengan
janji penghiburan: Tuhan melindungi umat-Nya. Bagi yang hidup benar, terang
akan terbit. Sukacita bukan hasil situasi, tapi buah dari hubungan dengan Raja
yang hidup. Ibaratkan Seorang tentara di tengah medan perang merasa tenang
karena tahu komandannya ahli strategi. Begitu pula, orang percaya bisa
bersukacita di tengah kekacauan karena tahu Tuhan memelihara jiwa mereka.
Apakah kita mengasihi Tuhan? Maka mari benci kejahatan. Jangan hanya
menghindari dosa, tapi miliki kebencian terhadap segala yang mencemari
kekudusan.
Jadikanlah Tuhan sebagai Raja dalam Hidup Sehari-hari. Itu harus tercermin dalam: Cara kita mengambil keputusan, apakah tunduk pada firman atau dorongan ego? Cara kita menyikapi penderitaan, apakah tetap percaya bahwa Tuhan memerintah? Cara kita melihat dunia, apakah kita menjadi saksi tentang Kerajaan-Nya dalam pekerjaan dan keluarga? Mengakui Tuhan sebagai Raja berarti menyerahkan kontrol—mungkin kehilangan "hak atas diri sendiri" dan menerima bahwa hidup kita adalah milik-Nya. Tapi justru di sanalah letak kedamaian dan sukacita sejati. Tuhan adalah Raja yang Layak Dipuji. Ketika dunia semakin tidak pasti, orang benar justru diajak untuk bersukacita. Mengapa? Karena Raja kita tidak berubah. Takhta-Nya tidak diguncang. Kasih-Nya tidak luntur. Dan janji-Nya tetap pasti. Apa yang kita pikirkan ketika mendengar kata “raja”? Dalam dunia modern, kita mungkin memikirkan pemerintahan monarki simbolik—upacara kerajaan, istana mewah, atau berita selebritas kerajaan. Tapi dalam konteks Alkitab, “raja” bukan sekadar lambing itu berarti otoritas tertinggi, penguasa mutlak, pelindung umat, dan pemimpin dalam kebenaran. Mazmur ini ditutup dengan janji yang manis: Tuhan bukan hanya Raja yang jauh di langit, tapi juga Bapa yang menjaga jiwa umat-Nya. Terang akan terbit bagi orang benar. Sukacita akan datang bagi orang yang hidup dalam kekudusan. Hidup benar bukan berarti hidup mudah. Tapi itu berarti hidup dalam perlindungan Tuhan. Sukacita bukan dari keadaan, tapi dari relasi dengan Raja yang hidup. Tuhan adalah Raja. Maka percaya dan taatlah, bukan hanya dalam lagu atau doa, tetapi dalam hidup sehari-hari. Mari kita hidup sebagai umat yang mengenal Raja-Nya: penuh iman, penuh harapan, dan penuh sukacita.
Post a Comment for "Khotbah Mazmur 97: 1 - 12 Tuhan adalah Raja"