Khotbah Nehemia 1: 1 - 11 Tuhan Mendengarkan Seruan HambaNya
Minggu 20 Set. Trinitatis; 02 Nopember 2025
1:1 Riwayat Nehemia bin Hakhalya. Pada bulan Kislew tahun kedua puluh, ketika aku ada di puri Susan,
1:2 datanglah Hanani, salah seorang dari saudara-saudaraku dengan beberapa orang dari Yehuda. Aku menanyakan mereka tentang orang-orang Yahudi yang terluput, yang terhindar dari penawanan dan tentang Yerusalem.
1:3 Kata mereka kepadaku: "Orang-orang yang masih tinggal di daerah sana, yang terhindar dari penawanan, ada dalam kesukaran besar dan dalam keadaan tercela. Tembok Yerusalem telah terbongkar dan pintu-pintu gerbangnya telah terbakar."
1:4 Ketika kudengar berita ini, duduklah aku menangis dan berkabung selama beberapa hari. Aku berpuasa dan berdoa ke hadirat Allah semesta langit,
1:5 kataku: "Ya, TUHAN, Allah semesta langit, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang berpegang pada perjanjian dan kasih setia-Nya terhadap orang yang kasih kepada-Nya dan tetap mengikuti perintah-perintah-Nya,
1:6 berilah telinga-Mu dan bukalah mata-Mu dan dengarkanlah doa hamba-Mu yang sekarang kupanjatkan ke hadirat-Mu siang dan malam bagi orang Israel, hamba-hamba-Mu itu, dengan mengaku segala dosa yang kami orang Israel telah lakukan terhadap-Mu. Juga aku dan kaum keluargaku telah berbuat dosa.
1:7 Kami telah sangat bersalah terhadap-Mu dan tidak mengikuti perintah-perintah, ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang telah Kauperintahkan kepada Musa, hamba-Mu itu.
1:8 Ingatlah akan firman yang Kaupesan kepada Musa, hamba-Mu itu, yakni: Bila kamu berubah setia, kamu akan Kucerai-beraikan di antara bangsa-bangsa.
1:9 Tetapi, bila kamu berbalik kepada-Ku dan tetap mengikuti perintah-perintah-Ku serta melakukannya, maka sekalipun orang-orang buanganmu ada di ujung langit, akan Kukumpulkan mereka kembali dan Kubawa ke tempat yang telah Kupilih untuk membuat nama-Ku diam di sana.
1:10 Bukankah mereka ini hamba-hamba-Mu dan umat-Mu yang telah Kaubebaskan dengan kekuatan-Mu yang besar dan dengan tangan-Mu yang kuat?
1:11 Ya, Tuhan, berilah telinga kepada doa hamba-Mu ini dan kepada doa hamba-hamba-Mu yang rela takut akan nama-Mu, dan biarlah hamba-Mu berhasil hari ini dan mendapat belas kasihan dari orang ini." Ketika itu aku ini juru minuman raja.
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan. Hari ini kita akan merenungkan firman Tuhan dari kitab Nehemia, khususnya pasal 1: 1 – 11 . Sebuah kisah yang lahir dari doa seorang hamba Allah yang sungguh-sungguh berseru, dan dari sana kita akan belajar bahwa Allah kita adalah Allah yang mendengarkan doa umat-Nya. Kitab Nehemia ditulis sekitar abad ke-5 SM. Saat itu bangsa Israel baru saja kembali dari pembuangan di Babel. Namun, meskipun mereka sudah pulang, keadaan Yerusalem masih hancur: tembok runtuh, pintu-pintu gerbang terbakar, dan identitas bangsa sebagai umat Allah seolah hilang. Nehemia sendiri bukanlah nabi atau imam, melainkan seorang pejabat tinggi di istana Persia — juru minuman raja Artahsasta. Tetapi justru dari seorang awam dalam arti religius, Tuhan menyalakan api kerinduan untuk membangun kembali tembok Yerusalem dan iman umat Allah. Konteks ini penting: doa Nehemia lahir dari pergumulan seorang yang hatinya terluka oleh penderitaan bangsanya, dan di situlah Allah hadir.
Mari kita perhatikan doa Nehemia (ay. 5-11). Dalam bahasa Ibrani, kata kunci yang dipakai adalah "ḥesed" dalam ayat 5, yang diterjemahkan “kasih setia”. Kata ini menekankan kasih Allah yang tidak pernah berubah, meski umat-Nya jatuh dalam dosa. Nehemia juga memakai kata “ḥanan” yang berarti “kasihanilah” (ay. 11), seruan seorang hamba yang merendahkan diri. Ini bukan sekadar permintaan biasa, tetapi jeritan seorang anak kepada Bapa yang penuh kasih. Doa Nehemia memberi kita pola doa yang mendalam:
1. Pengakuan akan Allah (ay. 5), “Ya Tuhan, Allah semesta langit, Allah yang maha besar dan dahsyat, yang berpegang pada perjanjian dan kasih setia-Nya...” Nehemia memulai dengan memandang siapa Allah itu. Doa sejati lahir dari pengenalan akan Allah. “El ha-shamayim” yang artinya Allah semesta langit, Nehemia menegaskan bahwa Allah yang ia seru bukan Allah lokal atau dewa kecil, melainkan Tuhan yang berkuasa atas seluruh ciptaan. Doa sejati lahir dari kesadaran akan keagungan Allah. Ia menyebut Allah “maha besar” (ha-gadol) dan “dahsyat” (ha-nora), menegaskan kemuliaan dan kekudusan-Nya. Saat kita berdoa, kita tidak sedang berbicara pada “ruang kosong”, tetapi kepada Allah yang transenden sekaligus dekat.
2. Permohonan agar Allah mendengar dan Pengakuan dosa (ay. 6-7), “Berilah telinga-Mu dan bukalah mata-Mu...” Ini adalah bahasa puitis yang menekankan intensitas hati Nehemia. Bukan berarti Allah tuli atau buta, tetapi Nehemia memakai bahasa kiasan untuk menunjukkan kerinduan agar Allah berkenan memperhatikan. Kita boleh membawa seluruh isi hati kita dengan kerinduan agar Allah mendengar. Tidak ada doa yang terlalu jujur bagi Tuhan. Kemudian dalam doanya Nehemia tidak hanya mengaku dosa bangsanya, tetapi juga dosa dirinya sendiri dan keluarganya. Ia menyadari solidaritas dengan bangsanya. Dalam bahasa Ibrani, kata “ḥāṭā’” berarti “melenceng dari sasaran”. Nehemia menyadari mereka semua telah gagal mencapai maksud Allah. Doa pengakuan dosa bersifat solidaritas dan kerendahan hati. Inilah ciri seorang pemimpin rohani: ia tidak menuduh, melainkan merendahkan diri bersama-sama umat. Kita pun diajak berdoa bukan hanya untuk kesalahan orang lain, tetapi juga mengakui bagian kita dalam dosa kolektif (misalnya dosa bangsa, lingkungan, atau keluarga).
3. Pengingat janji Allah (ay. 8-9), “.... Ingatlah kiranya ...”Ini bukan perintah kepada Allah, melainkan sikap iman yang berpegang pada janji Allah. Nehemia mengingatkan Allah akan janji-Nya melalui Musa, bahwa meskipun umat tersebar, bila mereka bertobat, Allah akan mengumpulkan kembali mereka. Doa yang berlandaskan firman lebih kuat daripada doa yang hanya lahir dari keinginan manusia. Firman memberi dasar iman. Saat berdoa, kita pun perlu belajar “mengembalikan” janji firman kepada Allah. Doa yang diikat pada firman adalah doa yang kokoh. Ini menunjukkan iman yang berpegang teguh pada janji.
4. Permohonan pribadi (ay. 11), “Berilah kiranya keberhasilan pada hamba-Mu pada hari ini dan buatlah ia mendapat belas kasihan di hadapan orang ini.” Nehemia memohon agar Allah memberi keberhasilan ketika ia menghadap raja. Doa bukanlah akhir, tetapi awal dari tindakan iman. Nehemia tidak berhenti pada doa umum, tetapi membawa permohonan spesifik: keberanian dan belas kasihan ketika ia menghadap raja. Doa yang benar selalu menuntun kita kepada tindakan. Nehemia tidak hanya berdoa, tetapi siap dipakai menjadi jawaban doa itu sendiri. Jangan hanya berdoa “Tuhan berkati,” tetapi mintalah dengan spesifik dan siapkan diri untuk bertindak sebagai jawaban dari doa itu.
Allah mendengarkan doa umat-Nya. Doa Nehemia bukan doa sia-sia. Dari doa ini lahirlah gerakan besar: pembangunan kembali tembok Yerusalem. Tuhan kita adalah Allah yang tidak tuli. Mazmur 34:18 berkata: “Apabila orang benar berseru-seru, maka Tuhan mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya.” Doa lahir dari hati yang peduli. Nehemia menangis dan berpuasa. Kepedulian yang sejati melahirkan doa yang sejati. Seringkali kita berdoa hanya untuk diri sendiri, tetapi Nehemia mengajarkan doa yang lahir dari kasih kepada bangsa dan umat Allah. Doa memulihkan relasi dengan Allah. Dengan mengaku dosa, Nehemia membawa bangsanya kembali ke jalan Allah. Doa bukan sekadar permintaan, tetapi jalan rekonsiliasi. Doa menggerakkan tindakan. Doa Nehemia berbuah tindakan nyata. Setelah berdoa, ia siap dipakai Tuhan. Dalam Yakobus 2:17 dikatakan, “Iman tanpa perbuatan adalah mati.” Begitu pula doa tanpa kesiapan bertindak menjadi doa yang hampa.
Aplikasi Bagi Kehidupan kita dari perikop khotbah ini, dalam keluarga: Doa adalah kekuatan untuk memulihkan hubungan yang retak. Dalam gereja: Doa jemaat yang sungguh-sungguh bisa menggerakkan pelayanan dan perubahan nyata. Dalam bangsa dan negara: Seperti Nehemia, kita dipanggil untuk berdoa bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk bangsa kita. Saudara-saudara yang terkasih, Nehemia memberi teladan bahwa doa seorang hamba yang merendahkan diri tidak pernah sia-sia. Tuhan mendengarkan seruan umat-Nya. Pertanyaannya: apakah kita masih sungguh-sungguh berdoa dengan hati yang peduli, dengan iman yang berpegang pada janji, dan dengan kesediaan untuk dipakai Tuhan? Kiranya kita semua dikuatkan untuk berseru, percaya, dan bertindak, sebab Tuhan mendengarkan doa hamba-Nya. Allah adalah pendengar yang baik, tidak pernah mengabaikan setiap suara yang berseru kepadaNya. Dia tidak hanya mendengar seruan tetapi juga melihat hati setiap orang. Allah sangat perhatian, paham dan peduli akan kehidupan ciptaanNya. Amin.
Post a Comment for "Khotbah Nehemia 1: 1 - 11 Tuhan Mendengarkan Seruan HambaNya"