Khotbah Habakuk 1: 12 - 17 Tuhan Allah Mahakudus dan Mahatahu
Minggu 16 Set. Trinitatis; 05 Oktober 2025
1:12 Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kautetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kautentukan dia untuk menyiksa.
1:13 Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan dan Engkau tidak dapat memandang kelaliman. Mengapa Engkau memandangi orang-orang yang berbuat khianat itu dan Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia?
1:14 Engkau menjadikan manusia itu seperti ikan di laut, seperti binatang-binatang melata yang tidak ada pemerintahnya?
1:15 Semuanya mereka ditariknya ke atas dengan kail, ditangkap dengan pukatnya dan dikumpulkan dengan payangnya; itulah sebabnya ia bersukaria dan bersorak-sorai.
1:16 Itulah sebabnya dipersembahkannya korban untuk pukatnya dan dibakarnya korban untuk payangnya; sebab oleh karena alat-alat itu pendapatannya mewah dan rezekinya berlimpah-limpah.
1:17 Sebab itukah ia selalu menghunus pedangnya dan membunuh bangsa-bangsa dengan tidak kenal belas kasihan?
Hari ini kita merenungkan firman Tuhan dari Kitab Habakuk, pasal 1 ayat 12 sampai 17. Kitab kecil ini sering kali luput dari perhatian kita, padahal di dalamnya tersimpan keluh kesah iman yang begitu jujur, pergumulan yang begitu dalam, serta jawaban Allah yang menguatkan. Habakuk bukan nabi yang hanya menyampaikan pesan Allah secara satu arah, melainkan seorang nabi yang berani bertanya, menggugat, bahkan meluapkan keheranannya kepada Tuhan. Ia seakan berkata, “Tuhan, mengapa Engkau diam? Mengapa Engkau membiarkan ketidakadilan terjadi?” Pada perikop khotbah saat ini, Habakuk sedang berhadapan dengan kenyataan pahit: bangsa Yehuda yang penuh dosa akan dihukum melalui tangan bangsa yang lebih jahat, yaitu Babel (Kasdim). Ia gelisah: bagaimana mungkin Allah yang kudus memakai bangsa yang lebih kejam untuk menghukum umat-Nya sendiri? Di sinilah kita akan belajar tentang Allah yang Mahakudus dan Mahatahu. Kudus berarti Dia berbeda, tidak bercampur dengan kejahatan. Mahatahu berarti Dia memahami segala yang tersembunyi, jauh melampaui pikiran manusia.
Mari kita lihat dulu konteks sejarahnya. Habakuk hidup sekitar akhir abad ke-7 SM, pada masa menjelang jatuhnya Yehuda ke tangan Babel. Bangsa Yehuda terpuruk dalam ketidakadilan, kekerasan, dan penyembahan berhala. Raja-raja yang tidak setia kepada Tuhan membawa bangsa ini makin jauh dari kebenaran. Di tengah keadaan itu, Allah memberitahu Habakuk bahwa Ia akan memakai bangsa Babel, bangsa yang terkenal bengis, sebagai alat penghukuman. Bagi Habakuk, hal ini sangat menggelisahkan. Bukankah Allah kudus? Bukankah bangsa Babel lebih jahat dari Yehuda? Bagaimana mungkin Allah seolah “menyilakan” ketidakadilan yang lebih besar untuk menghajar ketidakadilan yang lebih kecil? Perikop kita hari ini adalah doa dan seruan Habakuk, yang diwarnai dengan teologi iman sekaligus kegelisahan batin.
Ayat 12, Habakuk memulai dengan pengakuan iman: “Bukankah Engkau dari dahulu, ya TUHAN, Allahku, Yang Mahakudus? Kami tidak akan mati!” Di sini Habakuk mengingatkan dirinya: Allah adalah Mahakudus, Allah adalah kekal. Kudus berarti Ia tetap konsisten dengan sifat-Nya, tidak pernah berubah. Karena itu, meskipun hukuman datang, Israel tidak akan dilenyapkan total. Ada pengharapan.
Ayat 13, “Mata-Mu terlalu suci untuk melihat kejahatan, Engkau tidak dapat memandang kelaliman…” Habakuk bergumul. Ia tahu Allah suci, tetapi realita seakan bertolak belakang. Allah yang tidak tahan melihat kejahatan kini seolah membiarkan Babel menindas. Inilah tegangan iman: antara teologi yang benar dengan kenyataan hidup yang pahit.
Ayat 14–17, Habakuk menggambarkan bangsa-bangsa seperti ikan di laut yang tidak berdaya. Babel digambarkan sebagai nelayan yang dengan mudah menjala ikan-ikan itu, menindas bangsa-bangsa lain, lalu bermegah diri. Mereka bahkan mempersembahkan korban kepada jala dan pukatnya—artinya mereka menyembah kekuatan militer mereka sendiri. Habakuk bertanya: sampai kapan hal ini dibiarkan? Sampai kapan Allah membiarkan ketidakadilan berjaya?
Dari teks ini kita bisa melihat tiga hal teologis yang penting:
1. Allah adalah Mahakudus.
Kudus berarti Allah tidak kompromi dengan dosa. Kudus berarti Allah membedakan diri dari kejahatan. Kudus berarti setiap rencana Allah tetap berlandaskan kekudusan, meskipun cara-Nya kadang sulit dimengerti.
2. Allah adalah Mahatahu.
Allah tahu jalan sejarah jauh sebelum manusia dapat memahaminya. Ia tahu bahwa melalui Babel, Yehuda akan dibersihkan, meskipun itu proses yang menyakitkan. Mahatahu berarti Allah tidak pernah salah langkah, walaupun kita sering merasa langkah-Nya aneh.
3. Iman berarti berani jujur kepada Allah.
Habakuk tidak menyembunyikan kegelisahannya. Ia bertanya, ia menggugat, tetapi tetap di hadapan Allah. Inilah iman yang sejati: bukan menutup mata dari kenyataan, tetapi berani menghadapkan realita kepada Allah yang kudus.
Mari kita tarik makna teks ini ke dalam kehidupan kita hari ini. Ketika melihat kejahatan di sekitar, kita sering bertanya: “Tuhan, di mana Engkau?” Dunia penuh dengan kekerasan, korupsi, ketidakadilan. Kadang orang benar justru menderita, sementara yang jahat tampak berjaya. Namun firman Tuhan mengingatkan: Allah tetap kudus, Allah tetap tahu. Kejahatan tidak akan berkuasa selamanya. Allah kadang memakai cara yang tidak kita pahami. Sama seperti Yehuda harus ditegur melalui Babel, kadang kita pun ditegur melalui pengalaman pahit. Tuhan bisa memakai orang, peristiwa, bahkan penderitaan untuk membentuk kita. Kita dipanggil untuk tetap setia. Habakuk memulai dengan pengakuan iman: “Kami tidak akan mati.” Artinya, meski dihukum, Allah tidak melupakan umat-Nya. Kita pun dipanggil untuk tetap berpegang pada janji Allah.
Bayangkan seorang anak yang sakit keras. Dokter memutuskan ia harus menjalani operasi besar. Sang anak ketakutan, ia menangis, ia tidak mengerti mengapa harus dioperasi dengan pisau yang tajam. Tetapi sang dokter tahu, tanpa operasi itu nyawanya akan hilang. Demikianlah Allah. Ia Mahakudus dan Mahatahu. Ia mungkin mengizinkan penderitaan, bukan karena Ia kejam, tetapi karena Ia tahu ada keselamatan yang lebih besar di baliknya. Saudara-saudara yang dikasihi Kristus, melalui Habakuk kita belajar bahwa: Allah adalah Mahakudus: Ia tidak kompromi dengan dosa. Allah adalah Mahatahu: Ia tahu jalan hidup kita melampaui pikiran kita. Iman berarti berani jujur dalam doa, sambil tetap berpegang pada janji-Nya. Mungkin hari ini kita juga sedang bergumul: “Mengapa Tuhan membiarkan ini terjadi? Mengapa kejahatan tampak lebih kuat?” Mari kita ingat, Allah tidak pernah lengah. Ia melihat, Ia tahu, Ia sedang bekerja dengan cara-Nya yang kudus. Kiranya firman Tuhan hari ini meneguhkan kita untuk tetap percaya, tetap setia, dan tetap berharap pada Allah yang Mahakudus dan Mahatahu. Amin.
Post a Comment for "Khotbah Habakuk 1: 12 - 17 Tuhan Allah Mahakudus dan Mahatahu"