Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Missiologi


MISI SEBAGAI AKSI DI DALAM PENGHARAPAN 


1.      Kantor Eskatologi ‘Ditutup’
Ernst Troeltsch pernah mengatakan tentang teologi abad ke-19 ‘Kantor Eskatologis’ hampir ditutup. Pada abad ke-20 penemuan kembali akan eskatologi, pertama-tama dalam protestanisme dan kemudian dalam Katolisisme, tidak mengherankan bahwa penemuan kembali dimensi eskatologi diwujudkan terutama secara jelas di kalangan-kalangan misionaris. Pada awal mula gereja Kristen munculnya suatu kedekatan yang khusus antara usaha misi dan pengharapan-pengharapan akan suatu perubahan yang dasariah di masa depan manusia, namun pada zaman kita mulai ditemukan kembali hakikat yang pada dasarnya historis tentang iman alkitabiah dan eskatologi. Bagian penting dari hakikat iman alkitabiah Perjanjian Lama dan Baru ialah memahami Allah terutama sebagai Allah yang bertindak dalam sejarah.

Eskatologi ini sendiri mewakili unsur pengharapan di dalam agama, seorang filsuf marxis mengatakan bahwa “dimana ada pengharapan, di situ ada agama”. Pencerahan telah menghancurkan pengharapan, ia membuang teologi dan beroperasi berdasarkan hubungan sebab-akibat, bukan berdasarkan maksud. Ilmu pengetahuan memberikan apa yang kita inginkan, namun tidak mengatakan kepada kita apa yang seharusnya kita inginkan. Lalu apa yang bisa mengatakan itu pada kita? Hanya agama yang dapat mengatakan kepada kita apa yang seharusnya yang kita inginkan bukan sekedar memberikan apa yang kita inginkan. Namun ada dua jawaban agama terhadap pertanyaan tersebut. Sebuah jawaban klasik dirumuskan oleh Mircea Eliade sebagai ‘mitos’ dari kepulangan yang kekal, artinya apa yang kita harapkan tidak lain dari pada apa yang telah lenyap. Namun masa depan yang kita harapakan bukanlah semata-mata suatu pengulangan dari yang mula-mula, sebaliknya masa depan terbuka bagi suatu permulaan yang baru yang akan jauh melampaui yang pertama. Selanjutnya dipahami dalam Perjanjian Lama hal tersebut bukan sebagai suatu peristiwa mistis tentang asal-usul melainkan sebagai sebuah peristiwa historis yang menunjuk melampaui dirinya sendiri pada suatu masa di depan Allah yang lebih besar.
Munculah sebuah pandangan dalam Perjanjian Baru, bahwa apa yang telah dimulai di dalam Yesus muncul suatu permulaan di era baru dimana Allah tidak akan lagi berurusan dengan Israel saja, meskipun dalam keyakinan orang Kristen mula-mula bahwa sejarah telah memasuki suatu arus yang penting bagi mereka. Mereka yang percaya kepada Yesus tidak akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang telah Ia lakukan saja, melainkan pekerjaan-pekerjaan yang bahkan lebih besar.
2.      Mengaburnya Cakrawala Eskatologi
Gereja Kristen menyadari bahwa, tidak mungkin ia berpegang terus pada sifat iman yang eskatologis-historis. Pemberitaan Kristen bergeser dari pemberitaan tentang pemerintahan Allah pada usaha memperkenalkan orang pada satu-satunya agama sejati dan universal. Dalam perkembangan ini wajar bahwa Perjanjian Lama dikurangi peranannya, kini ke-kristenan sebagai agama yang sejati dan universal yang lebih berperan. Tidak dapat dipungkiri bahwa, sejarah merupakan hal penting sebab sejarah memuat peristiwa-peristiwa dalam kehidupan manusia menjadi sebuah cermin yang dipakai untuk filsafat moral, ilustrasi untuk perilaku yang benar, pemikiran inilah yang masuk jauh ke dalam kekristenan.
Pada abad-abad berikutnya, pengharapan-pengharapan eskatologis disalurkan umumnya kepada dua jalan; pertama, ada kecenderungan pada apa yang dapat disebut dengan cara yang sangat tidak memadai yakni ‘mistis’. Kedua, ada kecenderungan pada eklesionsentrisme. Dalam model ini gereja adalah perpanjangan inkarnasi dan penggenapan logis dari pemberitaan Yesus tentang pemerintahan Allah yang sedang datang. Kedua model ini mendominasi dalam ketiga cabang utama kekristenan ; Ortodoks, Katolik dan Prostestan. Teologi evolusi Darwin terhadap teologi Protestan, Allah yang tinggal di antara kita sedang mewujudkan rencana-rencana-Nya di dalam dunia manusia disini dan sekarang juga.
3.      Pemikiran Eskatologis Dibuka Kembali
Akibat dari trauma dua perang dunia, muncullah pemikiran eskatologis yang mulai bermakna kembali digereja dan kalangan-kalangan teologi. Eskatologi yang baru ini masing-masing mempunyai manfaat terhadap pemikiran tentang misi, sangat beragam, dan semua itu dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
a.      Eskatologi dari Barth muda
Dalam model pertama ini, ditekankan transendensi mutlak Allah dan keberadaanNya  yang sama sekali terpisah dari dunia. Allah berada di surga; kita berada di bumi. Hubungan satu-satunya antara Allah dan manusia adalah campur tangan Allah dalam penghakiman dan kasih karunia. Dalam istilah Barth, campur tangan ilahi ini bersifat eskatologis. Dalam tradisi ini, esktalogi semata-mata menjadi suatu istilah hermeneutis untuk yang bersifat puncak dan transenden.
b.      Eskatologi Eksistensial dari R. Bultman
Model yang kedua, yang dihubungkan terutama dengan nama Bultman, mempunyai beberapa kedekatan dengan yang pertama dan muncul dari akar yang sama. Dengan meradikalkan pernyataan Lutheran bahwa “Firman semata-mata yang akan melaksanakannya”, Bultman memandang eskatologi sebagai peristiwa yang menyingkapkan dirinya di antara firman yang diberitakan dan manusia secara pribadi. Eskatologi ini tidak mempunyai etika untuk kehidupan publik dan membiarkan gereja tidak berdaya dalam menghadapi kuasa-kuasa jahat dan politik kekuasaan, khususnya tantangan yang diperhadapkan oleh Naziisme.
c.    Eskatologi yang sudah menjadi nyata dari Paul Althaus
Model yang ketiga, eskatologi yang “sudah menjadi nyata” dari Althaus, memperlihatkan beberapa kemiripan dengan eskatologi “yang sudah terealisir” dari C.H. Dodd. Karena dunia pada prinsipnya berakhir pada penghakiman kerajaan di dalam Kristus, setiap momen dalam sejarah serta keseluruhan, adalah akhir zaman, selamanya sama-sama dekat dengan akhir zaman. Pengakuan Kristen mula-mula bahwa Tuhan sudah dekat sama-sama dapat diterapkan di masa kini seperti halnya pada zaman kekristenan mula-mula. Parousia tidak boleh diharapkan sebagai suatu peristiwa historis, melainkan sebagai penundaan dari semua sejarah. Karenanya tidaklah menjadi masalah apakah akhir zaman itu secara kronologis dekat atau jauh, yang ternyata pada hakikatnya selalu dekat.
d.    Eskatologi sejarah-keselamatan dari Oscar Cullmann
Model yang keempat membedakan dirinya dari ketiga model yang lainnya. Pendekatan ini memberikan penekanan khusus pada kerajaan Allah sebagai sebuah kunci hermeneutis. Yang sama-sama hakiki dengan hal ini ialah gagasan tentang kerajaan Allah sebagai yang sudah ada dan sekaligus juga yang masih ada didepan. Zaman yang baru telah dimulai; yang lama belum berakhir. Kita hidup di antara dua zaman, antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedatanganNya yang kedua kali; ini adalah zaman Roh, yang berarti bahwa ini adalah zaman untuk misi. Pada kenyataannya misi adalah ciri dan kegiatan yang  paling penting dalam masa antara ini. 
4.      Eskatologisasi Ekstrem terhadap Misi
Sepanjang sejarahnya ada masa-masa ketika kekristenan mengalami demam tinggi eskatologis. Di masa lampau perhatian yang berlebihan terhadap akhir zaman telah membawa dampak pada kelumpuhan misi, ketiadaan keterlibatan misioner. Hal ini juga berlaku bagi ortodoksi Protestan abad ke- 17. Dengan munculnya Piestisme, maka waktu sebelum akhir zaman dipandang bukan sebagai saat penantian melainkan sebagai waktu yang diberikan untuk bersaksi dan untuk membawa masuk sebanyak mungkin orang yang tersesat. Pada saat itu ortodoksi Protestan dan Pietisme menganut sentimen yang sama, yaitu pesimisme yang tidak terbatas tentang dunia. Misalnya di Jerman, kebanyakan kotbah tentang dunia dianggap telah ditinggalkan Allah. Oleh karena itu, dunia membutuhkan gereja bila ingin diselamatkan, tetapi gereja tidak membutuhkan dunia untuk bisa menjadi gereja. Hal ini merupakan satu-satunya pernyataan positif yang masih dapat kita buat tentang dunia dan tentang sejarah adalah bahwa mereka membuat misi mungkin sejauh kesabarn Allah masih ada.
Pesimisme tentang dunia senantiasa berjalan berdampingan dengan optimisme yang besar tentang usaha misi. Hal ini sudah terjadi pada banyak sisi dari Pietisme, tetapi juga tampak jelas dalam beberapa kalangan evangelikal masa kini. Pada Konsultasi LCWE yang diadakan di Pattaya (Thailand) pada tahun 1890, pemahaman kuncinya adalah kesempatan-kesempatan, artinya dunia sedang menantikan Injil penebusan kekal dan orang sudah siap untuk menjawab secara positif undangan untuk menjadi Kristen.
Salah satu tokoh yang berbicara mengenai misi pada masa itu adalah Freytag. Ia mengatakan bahwa tugas kita bukanlah membangun kerajaan Allah di muka bumi ini, mengkristenkan masyarakat ataupun mengubah struktur-struktur. Apa yang dapat dan harus kita lakukan ada batasnya, dan kita tidak boleh mengharapkan di masa kini apa yang kelak karena akan menjadi jelas pada kedatangan ciptaan yang baru. Freytag mengatakan ini karena ia menulis dengan latar belakang langsung bencana Perang Dunia II, ia telah menyaksikan apa yang dapat dihasilkan oleh “keberhasilan-keberhasilan” manusia dan berharap bahwa para pembacanya bersikap hati-hati akan kemampuan mereka.
Freytag juga mengkritik para misionaris dan badan-badan misi yang buta terhadap pelayanan di dalam dan demi dunia ini, yang kadang-kadang tampaknya menyambut kebusukan masyarakat sebagai tanda yang pasti dari imanennya parousia. Bagi Freytag Pemerintahan Allah bukan hanya karunia melainkan juga tantangan. Kita dapat bersalah melakukan dosa kesombongan karena mengacaukan pemerintahan Allah dengan apa yang telah kita capai di dunia ini. Akan tetapi kita pun dapat bersalah karena melakukan dosa kepengecutan. Kita tidak terpanggil untuk bertindak menjadi barisan kelima Allah, yang melakukan serangan-serangan komando serta merampas jiwa-jiwa yang tersesat. Sebaliknya kita harus mengklaim seluruh dunia ini untuk Allah, sebagai bagian dari pemerintahan Allah. Pemerintahan Allah di masa depan menerobos ke masa kini, di dalam Kristus, masa depan telah dibawa lebih dekat ke masa kini.
5.      Sejarah Sebagai Keselamatan
Aliran sejarah-keselamatan tidak hanya meningkatkan sisi eskatologisasi yang ekstrem terhadap misi, tetapi juga pada penafsiran tentang sifat misi yang bersifat duniawi tentang sifat eskatologis misi. Hal ini dapat terjadi karena orang-orang mengabaikan gagasan tentang keunikan gereja dan memusatkan perhatian pada  sisi unik terhadap apa yang terjadi di dunia, sehingga orang-orang pun berbicara tentang sejarah sebagai keselamatan.
Orang-orang banyak menggunakan bahasa keagamaan, bahkan gerejawi atau bisa disebut orang-orang membutuhkan “basis spiritual”. Oleh karena itu, penjelamaan Kristus menjadi lambang dari proses keselamatan sejarah dunia yang muncul secara progresif dan imanen melalui pencerahan budaya, moral, social, politik, dan bahkan revolusioner. Nama Kristus dijadikan alat untuk mendukung golongan kita atau program peningkatan diri serta perbaikan dunia. Menurut W. Rauschenbusch, Kerajaan Allah adalah “energi Allah yang menyatakan dirinya di dalam kehidupan manusia”. Linz mengatakan “Misi dan misionaris semata-mata menjadi kependekan bagi pelaksanaan semua tanggung jawab kemasyarakatan, karena tidak ada aktivitas manusia demi dunia yang dengan sendirinya berarti misi.
Kecendrungan kita yang tidak dapat dihilangkan adalah merusak segala sesuatu yang kita sentuh untuk memuaskan diri sendiri. Namun jauh dari klimaks dari kemauan kita, Pemerintahan Allah menjatuhkan penghakimannya yang penuh kuasa atas mereka; ia tetap merupakan suatu kategori kritis dan sering kali berjalan bertentangan dengan rentangan sejarah kita. Fokus pada Pemerintahan Allah inilah baik dimasa kini maupun dimasa depan yang tepat memberikan kita suatu perspektif yang tepat pada misi kita di dunia. Tanpa dimensi eskatologis ini, injil kita dikerdilkan menjadi etika.
6.      Eskatologi dan Misi dalam Ketegangan yang Kreatif.
Sampai pada dekade keenam dari abad ke-20, perspektif eskatologi tampak jelas bagi kalangan-kalangan misi Eropa daratan, sedangkan orang-orang Amerika Utara menekankan keterlibatan sosial. Artinya dalam setiap tradisi Kristen dan di setiap benua kita masih berada di tengah-tengah gerakan untuk merumuskan ulang suatu teologi misi sesuai dengan eskatologi yang otentik. Akibat dari keterpakuan terhadap parousia, pertama telah mengabaikan masalah-masalah dunia dan dengan demikian melumpuhkan misi Kristen. Kedua, telah merampas dari manusia makna puncak (ultimate meaning) dan suatu dimensi teleologis. Kita membutuhkan sesuatu yang jauh daripada keduanya. Kita membutuhkan suatu eskatologi untuk misi yang mengarah ke depan dan berorientasi ke masa kini dan di sini.
Eskatologi Kristen bergerak di dalam tiga zaman, yaitu masa lalu, masa kini dan masa depan. Pemerintahan Allah sudah datang, sedang datang dan akan datang dalam kepenuhannya. Karena Allah sudah memerintah dan karena kita menantikannya juga, maka kita boleh, sekarang dan di sini menjadi utusan-utusan dari kerajaan-Nya. Artinya orang Kristen tidak boleh menjadi umat dari status qou. Kegenapan Kerajaan Allah masih akan datang, tetapi justru visi akan kerajaan yang mendatang itu menerjemahkan diri ke dalam suatu keprihatinan yang radikal akan sesuatu yang penultimate (sebelum yang terakhir) dan bukan pemusatan perhatian pada yang ultimate (yang terakhir). Artinya kita harus prihatin pada apa yang sudah dekat daripada prihatin dengan apa yang akan terjadi.
Dalam kematian dan kebangkitan Kristus, dengan pasti zaman baru telah di mulai dan masa depan di jamin; hidup dalam wilayah kekuatan (force-field) dari jaminan keselamatan yang sudah diterima dan kemenangan yang terakhir sudah dipastikan, orang percaya terlibat dalam tugas mendesak yang ada di tangannya. Dalam pengertian ini, eskatologi sedang berlangsung saat ini juga.
Dalam mengambil sikap kritis dalam menghadapi penguasa, anjuran, tradisi, lembaga dan kecendrungan-kecendrungan ideologis dari tatanan dunia yang berlaku, kita harus menjadi ragi bagi dunia Allah yang baru.
Transformasi Allah berbeda dengan inovasi-inovasi manusia. Allah selalu mengejutkan kita. Allah selalu berada di depan kita, kemenangan-Nya yang akan datang memanggil kita untuk mengikuti Dia. (seperti yang digambarkan jelas oleh Beker sehubungan dengan teologi Paulus) jadi, dari perspektif ini, masa depan mempunyai keutamaan. Kemenagan akhir tetap tinggal secara unik karunia Allah. Allah sendirilah yang membuat segala seutuhnya menjadi baru (Wahyu 21:5) bila kita memadamkan mercusuar eskatologi, kita hanya dapat meraba-raba di dalam kegelapan dan keputusasaan.
Kita tahu bahwa misi kita—seperti juga gereja sendiri—hanyalah bagian dari zaman ini saja, bukan zaman yang akan datang. Kita melakukan misi ini dalam pengharapan. Jadi , benar dalam mengacu dimensi penginjilan dari panggilan missioner kita sebagai “pengharapan di dalam pelayanan”, bungkin pula tepat bila kita menyebut seluruh misi kita yang komprehensif dalam konteks pengarapan eskatologis kita sebagai “pelayanan di dalam pengharapan”. Kita harus mendefenisikan misi kita—dengan kerendahan hati tentunya—sebagai partisipasi di dalam mission dei. Sambil bersaksi demi Injil tentang keselamatan masa kini dan pengharapan masa depan.






Pdt. Erik Sunando Sirait
Pdt. Erik Sunando Sirait Anak Pertama dari 7 bersaudara, ibu yang melahirkan boru Simalango (Parna), Istri Lilis Suganda Lumban Gaol dan sudah dikaruniakan 3 Putri yang cantik Sheena Syelomitha Sirait Serefina Faith Sirait Shiloh Hope Sirait

1 comment for "Missiologi"

  1. This is how my acquaintance Wesley Virgin's story begins with this SHOCKING and controversial video.

    As a matter of fact, Wesley was in the military-and soon after leaving-he unveiled hidden, "self mind control" tactics that the government and others used to get anything they want.

    These are the exact same tactics lots of famous people (especially those who "come out of nowhere") and elite business people used to become wealthy and famous.

    You probably know that you use only 10% of your brain.

    That's really because the majority of your brain's power is UNCONSCIOUS.

    Perhaps that expression has even taken place INSIDE OF YOUR very own head... as it did in my good friend Wesley Virgin's head 7 years ago, while riding an unregistered, garbage bucket of a car with a suspended driver's license and $3 in his bank account.

    "I'm so fed up with living paycheck to paycheck! When will I become successful?"

    You've taken part in those types of questions, ain't it right?

    Your own success story is going to be written. You just have to take a leap of faith in YOURSELF.

    Take Action Now!

    ReplyDelete